Selasa, 08 Mei 2012

Past Never Hurt (Masa Lalu Tak Pernah Menyakiti) part 4


REVENGE...

“ Sebel banget gue sama si cupu Sasa itu! “ Krissie memaki geram.
“ Sabar deh Kris.... Elo kira elo aja yang kepengen nyakar mukanya sekarang? Nggak usah nambah-nambahin suasana panas dong! “ Zero memperbaiki posisi tubuhnya.
“ Tumben badan elo nggak panas Zer? “ Rey tersenyum sinis.
“ Gimana mau panas kalau suhu tubuh gue sekarang udah hampir mendekati 100 derajat?! Brengsek elo! “ Zero mulai memaki.
“ Ih...kok elo bisa lolos sih Rey?! “ Krissie memandang sebal pada Rey yang sedang tersenyum-senyum melihat kedua sahabatnya berjemur di bawah terik sinar matahari siang itu.
“ Hmpfh! “ Rey menahan tawa saat Krissie hampir kehilangan keseimbangannya. “ Elo pikir deh sekarang, Kris, mana ada guru yang berani sama gue? Siapa coba yang bawa setengah lusin piala di ruang Kepsek? “
“ Ancrit elo! “ Rey hanya tersenyum jenaka mendengar segala sumpah serapah yang selanjutnya sudah meluncur dengan mulus dari mulut Zero.
“ Kak Rey! Beliin es dong...! haus nih! “ Krissie merengek sambil mengusap peluh di keningnya.
“ Emm...gimana ya? “ Rey mengangkat tangan kirinya dan melirik jarum jam yang berputar disana. “ Wah, sorry deh Kris, bentar lagi kelas Biologi gue dimulai! Gue cabut duluan ya?! Met have fun aja deh! “ Rey terkikik dan langsung kabur sebelum telinganya kemasukan kata-kata kotor makian dari para sahabatnya lagi.
“ Rey...!!! i’m gonna kill you...!!! “ Teriakan Krissie melengking memantul di antara tembok-tembok beton SMA Prima Bhakti, memecah keheningan siang hari itu.
Singkat aja nih ya ceritanya, setelah Sasa dan Pak Reza menemukan bangkai busuk si Endra, mereka pun tak luput dari penegakan keadilan yang dilancarkan Sasa di pagi hari itu.

“ Saya rasa kalian sudah tahu apa kesalahan kalian. “
Rey, Zero dan Krissie berpandangan sejenak, kemudian menggeleng berbarengan dan menjawab, “ Nggak tahu, Pak. “
“ Apa?!! Kalian ini mau lempar batu sembunyi tangan rupanya?! “ Suara bariton Pak Reza bergaung di ruang BK yang sunyi senyap. Hanya terdengar bunyi napas Krissie yang sebentar lagi mungkin terancam asma.
Dia memang sudah sering terkena hukuman bertubi-tubi dan mendengarkan ceramah yang panjangnya lebih tebal daripada buku Harry Potter. Sehingga bisa dibilang ia sudah kebal.
Tapi siang ini beda man! Krissie ada kencan! Dan elo pada tahu kenapa dia begitu panik dan terus mengusap-usap keningnya yang berkeringat karena hawa panas yang menguar dari tubuh Pak Reza? Dia tuh beneran takut kalau make-upnya luntur, guys...!!
Secara, pagi itu dia sengaja berdandan lebih lama dirumah. Dari yang asalnya amburadul nggak keruan, dia jadi cantik jelita bak seorang putri raja? Nggak percaya, lihat aja mahkota kecil yang bertengger di kepalanya sekarang. Sebuah mahkota plastik yang ia beli dari abang-abang penjual mainan di depan SD dekat rumahnya tadi sore.
Dan mau tahu siapa kencannya kali ini?
Tara...!! Christian Rynasta! Ketua OSIS SMA Bhayangkari!
Ups! Sebenarnya ini bukan kencan sih. Tapi...ssstt...penyelidikan. jadi ceritanya, Krissie bakal jadi mata-mata yang ditugasin OSIS SMA Prima Bhakti siang itu buat nyelidikin rencana OSIS Bhayangkari buat Festival Olahraga antar SMA mendatang.
Maklum deh, persaingan antar SMA sekarang ketat banget. Jadi Prima Bhakti yang sudah menjadi musuh bebuyutan Bhayangkari selama tujuh turunan anak cucu ini akhirnya memutuskan kalau Krissie, salah satu cewek terngetop di Prima Bhakti bakal dikerahin buat istilahnya sih...menjebak Christian Rynasta, agar sedikit membeberkan tentang jurus pamungkasnya bikin rame SMA Bhayangkari selama Festival berlangsung.
Soalnya nih, SMA Bhayangkari, sekolah khusus cowok itu, selalu menjadi SMA favorit dengan pengunjung terbanyak dalam segala ajang acara-acara perayaan di sekolahnya.
Kembali ke ruang BK SMA Prima Bhakti. Sekarang tarikan napas Krissie tiba-tiba naik satu oktaf.  Serentak ketiga orang lainnya yang tak lain dan tak bukan adalah Pak Reza, Rey dan Zero memalingkan kepala ke arahnya dengan tatapan mata haus darah.
“ Heh! Brisik banget sih?! Bisa diem nggak?! “ bentak Zero ganas.
“ Sorry Zer, gue nanti ada janji sama Christian. Elo inget kan? Gue nggak boleh kena hukuman supaya gue nggak pulang telat. “ Krissie megap-megap berusaha mencari udara segar.
“ Oh...tenang aja Miss Krissie, kamu nggak perlu kencan hari ini kok.“
Shut up! Are you kidding to me?! “ Krissie memekik histeris.
“ Ehem! Ada yang tahu dia lagi ngomong apa? “ Pak Reza yang memiliki kenangan pahit dengan nilai-nilai bahasa Inggrisnya semasa sekolah berpaling pada Zero.
Zero menggelengkan kepala.
“ Rey? “
“ Saya rasa maksud Krissie dia nggak percaya kalau Bapak menghalangi kencannya hari ini. “ Rey berdeham dan kemudian tertunduk lagi. Cuma Rey yang sejak tadi kalem dan menunggu sidang ini berakhir dengan tenang. Soalnya dia emang paling ogah ribut-ribut.
“ Pak, saya bisa dibunuh sama anak humas OSIS Pak, kalau saya berani membatalkan rencana mereka siang ini! “ Krissie melotot tajam pada Pak Reza. Napasnya semakin memburu.
“  Oh...tenang aja, kamu tinggal sewa pembunuh bayaran buat balik bunuh. “ Pak Reza berkata tenang sambil berjalan kembali ke kursinya dan duduk santai.
“ Pak, mana bisa Krissie menyewa pembunuh bayaran kalau dia udah kebunuh duluan? “ Zero bertanya lugu, membuat Pak Reza meyentakkan kepalanya dengan ganas dan memandangnya tajam.
Rey hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah laku teman-temannya.
“ Pak, saya rasa saya yang harus dihukum, karena sayalah yang memiliki ide untuk mengerjai Endra. “ Rey mengajukan diri menjadi tersangka.
“ Lha...! bener tuh Pak, emang Rey kok otak kriminalnya! “ Krissie dan Zero menuding dengan tatapan sok innocence.
Rey melotot. Temen apa bukan sih elo pada? Batinnya gemas.
“ Iya Pak...! Kalau mau menghukum, hukum aja Rey! Dia kok yang ngusulin ide buat ngurung Endra di kamar mandi! “ kali ini Zero yang bersuara.
Rey langsung berpaling cepat ke arah sahabat-sahabatnya. Matanya memicing dan mulutnya terkatup rapat. Seakan-akan dengan begitu ia bisa mengirimkan gelombang supersonik ke kepala dua temannya yang super bego dan menulis pesan yang berbunyi, ‘ Elo semua bakalan tamat! ‘
“ Oh...saya nggak bakal ngehukum Rey. Siapa nanti yang bakalan mengusung piala setengah lusin ke ruang Kepsek? “ Oh...ternyata Rey mengutip perkataan Pak Reza toh?
“ Yah...saya mau kok Pak. Saya kuat. Cuma setengah lusin sih kecil... “ Zero menjentikkan ibu jari dengan jari telunjuknya sambil memamerkan otot-ototnya di balik lengan seragamnya.
“ Bukan itu yang saya maksud, idiot! Yang saya maksud disini, prestasi! Prestasi! “ Pak Reza mengulang-ulang kata itu, seakan-akan dengan begitu murid-muridnya yang dongol itu akan mengerti dan meraih prestasi mereka ketimbang bikin onar.
“ Oh...iya, iya. Saya udah tahu kok maksud Bapak. “ Zero menggaruk-garuk kepalanya dan memandang cemberut ke sepatunya.
“ Jadi...hukuman apa yang sebaiknya Bapak berikan kepada kalian...? “ Pak Reza mulai mondar-mandir di hadapan ketiga tersangkanya sambil mengusap-usap dagunya.
“ Bersihin WC saya mau kok, Pak. “ Rey berkata.
“ Oh...tidak! apa jadinya saya nanti kalau saya berani-berani menyuruh Tuan Muda buat apa? Ngepel WC?! Saya pasti langsung digebukin seluruh guru di sekolah ini! “ Pak Reza menggeleng-geleng histeris.
Ia terdiam beberapa saat kemudian berhenti tepat di hadapan Zero.  “ Begini saja, Zero, Krissie, kalian saya jemur di bawah tiang bendera dengan posisi hormat dan satu kaki terangkat. “ Pak Reza berkata tegas.
“ Terus Rey? “ Zero bertanya heran.
“ Rey...bebas hukuman...! Surprise...! “ Pak Reza berteriak lantang sambil mengangkat tangannya ke arah Rey. Rey hanya meringis bingung.
“ Huu...!!! Gundulmu! “ Zero dan Krissie berteriak geram.
Pak Reza tersenyum bego sambil menggaruk-garuk kepalanya sebelum sadar apa posisinya. “ Apa kalian bilang?!! Cepat ke lapangan...!!! “ amukannya membahana.
Zero dan Krissie langsung ngacir keluar pintu. Dan...kalian tahu sendiri kan kelanjutannya.
___
Brak!!!
Hampir saja Rey tersedak baksonya mendengar suara keras di sampingnya.
“ Elo mau bikin gue jantungan Zer?! “ makinya keras.
“ Brengsek elo Rey, ninggalin temen seenak perut! “ Zero menjatuhkan dirinya di samping Rey yang masih deg-degan.
Seluruh pasang mata di kantin siang itu mengamati mereka dengan rasa penasaran.
“ Kak Rey... beliin minum dong... “ tiba-tiba Krissie sudah tersungkur di hadapan Rey. Wajahnya pucat pasi dan suaranya serak.
Rey jadi agak kasihan juga melihatnya. Ia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke konter makanan.
Sebentar kemudian ia kembali dengan 4 gelas es jeruk di atas nampan. “ Nih, minum sebelum elo pada dehidrasi. “ ia menyurukkan gelas pertama pada Krissie. Zero pun segera menyambar salah satu gelas di atas nampan tersebut.
Glek, glek, glek! Degukan keras terdengar dari tenggorokan Zero yang kini tengah menghabiskan setengah isi gelas kedua.
“ Bener-bener dehidrasi elo berdua? “ Rey terkekeh geli.
“ Sialan lu. Temen pada sengsara malah diketawain. “ Krissie mengumpat. Kemeja putihnya sudah basah oleh keringat dan hampir transparan, membuat mata cowok-cowok semakin jelalatan.
“ Pake nih. “ tiba-tiba Rey melemparkan jaketnya pada Krissie.
“ Buat apa? Gue nih hampir kebakar tahu? Elo mau bikin gue mendidih? “ Krissie melemparkan kembali jaket abu-abu itu pada Rey.
“ Nggak bego. Gue cuma nggak mau BH Dora elo dilihatin sama seisi kantin! “ Rey mendengus kesal dan beranjak bangkit dari kursinya kemudian menuju kasir di sisi kiri pintu keluar. Kantin sekolah itu memang sudah benar-benar praktis.
“ Ups. “ Krissie mengedarkan pandang dan meringis melihat begitu banyak mata yang memandangnya dengan penasaran. Kemudian ia melayangkan pandangannya ke bawah. Ke arah dadanya. Benar saja. Kain seragamnya yang tipis mulai terlihat transparan dan memperlihatkan bra bergambar Dora favoritnya.
Segera saja ia menyambar jaket Rey dan memakainya secepat mungkin, sementara Zero sudah hampir tersedak menahan tawa.
Dengan muka memerah, Krissie segera berlari menyusul Rey yang sudah melewati pintu keluar.
Mereka berjalan menjauhi kantin menuju taman sekolah. Jam istirahat siang memang ramai. Rata-rata murid di sekolah itu sudah mulai nongkrong di taman yang memang sejuk dan rindang. Karena banyaknya pepohonan yang menaunginya.  
Terlepas dari gerahnya suasana siang itu, juga dari otak yang sudah meleleh saking kerasnya mereka harus berpikir untuk mengikuti pelajaran sepanjang hari itu, para siswa dan siswi saling bercanda ria dan menikmati istirahat siang yang santai.
Krissie, Zero, dan Rey yang berjalan memasuki taman tersebut menyita perhatian hampir seluruh murid yang ada di situ.
“ Heran gue, kemana aja kita pergi kayaknya kita nggak bisa lepas dari paparazzi ya? “ Krissie mendengus kesal.
“ Mau tahu alasannya? Tuh, lihat aja kakak sepupu elo yang super heboh. “ Rey mengedikkan kepalanya. Otomatis Krissie melihat Zero.
Cowok itu benar-benar mencolok dengan rambut basah berkeringat, seluruh kancing seragam yang terlepas dari tempatnya dan kaus dalam putih yang basah transparan oleh keringat.
Kalung rantai dengan liontin berbentuk oval di dadanya terasa melengkapkan seluruh penampilannya yang wow! Zero memang bukan cowok tercakep di sekolah itu. Lain dengan Rey yang alim dan teladan, ia tipe pemberontak. Tapi, justru disitulah daya tariknya.
Walaupun ia terkenal bandel, sembrono, dan pembuat onar yang jahil dan suka mengerjai murid lainnya. Tapi ia mendapat semua sanjungan dari para murid yang kagum melihat kekuasaannya sebagai wakil ketua OSIS di sekolah itu. Walaupun begitu, Zero tidak pernah menggunakan kekuasaannya itu untuk bertindak sewenang-wenang. Ia menjahili hanya untuk bercanda dan have fun.
Rambutnya yang coklat kepirangan dikibaskannya dengan gaya yang sudah jelas dibuat-buat. Zero memang paling suka menjadi perhatian orang. Ia memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celananya dan mulai berjalan cool sambil tebar pesona.
“ Ah...indahnya hidup dimana semua fansku berdiri setia. “ Zero mendesah.
Krissie memutar bola matanya dengan muak sementara Rey tersenyum geli. Ia sendiri agak risih dengan segala perhatian yang diberikan pada mereka. Rey bukannya tidak suka bergaul dengan teman-temannya, tapi ia memang sudah terbiasa bersama Zero dan Krissie sehingga sulit baginya jika harus berbaur dengan yang lain.
Belum tentu mereka sehati dengannya seperti Zero dan Krissie. Rey yang sebagai anak ketua yayasan SMA Prima Bhakti memang mendapat lebih banyak perhatian dari para guru juga keleluasaan untuk berbuat di sekolah ini.
Dan hei...sampai lupa bilang, dia Ketua OSIS SMA itu. Lengkaplah sudah kekuatan yang ia miliki untuk memperlakukan sekolah itu seenaknya. Tapi Rey bukan tipe orang yang seperti itu. Ia lebih suka menyendiri dan menundukkan kepala saat dipuji para guru.
Nilainya memang termasuk gemilang. Ia selalu masuk 3 besar peringkat di sekolahnya. Seperti katanya tadi, ia sudah membawa hampir setengah lusin piala ke dalam ruang kepala sekolah.
Beda dengan Krissie. Ia seorang Nona muda anak pengusaha seperti Zero. Perusahaan mereka memang satu grup dan karena kebetulan mereka saudara sepupu Krissie cenderung lebih suka bergaul dengan Zero daripada anak-anak cewek yang katanya hampir semua centil.
Well...itulah mereka. Saking akrabnya mereka disangka ngebentuk genk. Padahal mereka paling nggak suka disangka ngegenk. Kayaknya akan ada semacam jarak di antara mereka dengan teman-teman yang lain. Walaupun begitu mereka nggak nolak juga dapet julukan the darkness. Kesannya kan keren gitu bagi mereka.
Krissie yang sampai duluan di salah satu bangku taman. Sekumpulan cowok duduk disana sambil mengobrol santai. Saat salah satu dari mereka melihat Krissie datang, mereka langsung menyingkir dengan sopan.
“ See? Kita bener-bener raja disini. “ Rey mendengus kesal. “ Woi! Nggak usah pada pergi napa? Kita nggak gigit kok! “ Rey berteriak pada sekelompok cowok yang mulai menjauh tersebut.
Tapi mereka hanya berpaling dan menggeleng sambil menundukkan kepala dengan sopan.
“ Terima aja lagi man... kita populer! Kita pangeran dan putri disini! “ Zero tertawa dan menjatuhkan dirinya ke atas bangku dan dalam sekejap sudah menaruh kepalanya di pangkuan Krissie yang sibuk mengipas-kipaskan tangannya ke wajahnya yang memerah karena kepanasan.
Hancur sudah make-upnya. Zero memainkan rambut panjang Krissie yang bergelombang dengan ujung jarinya. Memilin-milinnya untuk kemudian tiba-tiba menariknya dan saat itu baru Krissie menabok pipinya.
“ Well, gue nggak terlalu suka being populer. Nggak kayak elo yang suka tebar pesona. “ Rey menghenyakkan dirinya di samping Krissie.
“ Kak, panas nih, kipasin dong. “ Krissie bergelayut manja pada Rey sambil menaik-naikkan kedua alisnya. Kesempatan dikipasin nih. Batinnya senang. Ia tahu, Rey paling nggak tegaan ma cewek.
“ Hhh... “ Rey menghela napas panjang dan mulai mengipasi wajah Krissie dengan buku yang dibawanya sementara Krissie meletakkan kepalanya dengan nyaman di bahu Rey.
“ Gue tidur bentar ya kak, “ Krissie menarik napas panjang dan memejamkan mata, membuat dirinya senyaman mungkin.
“ Elo pernah nggak Zer, berpikir buat kadang-kadang misahin diri dari kelompok kita terus gabung sama anak-anak lain yang kayaknya penasaran banget sama kehidupan kita? “ mata Rey menerawang ke atas, ke arah dedaunan yang bergerak gemulai ditiup angin. Sinar matahari perlahan menerobos sela-sela dedaunan.
“ Zer? Gue ngomong sama elo nih. “ Rey mulai kesal karena dicuekin.
Zzzz... desah napas Zero yang keras seketika membuatnya sadar bahwa dari tadi dia ngomong sendiri.
Dilihat dari arah manapun, posisi mereka saat ini benar-benar patut dipertanyakan. Sebenarnya siapa dengan siapa yang mempunyai hubungan khusus. Dengan kepala Zero di pangkuan Krissie dan tangan Zero yang memeluk tangan Krissie di dadanya, atau kepala Krissie yang bersandar nyaman di bahu Rey dengan tangan memeluk lengan Rey????
Well...mereka semua cuma temen kok. Temen yang kelewatan. Kalau sudah begini, para penggemar Zero, Rey maupun Krissie langsung bungkam dan hanya mampu menekuk wajah melihat keserasian mereka yang seperti lukisan.
Rey mendengus kesal dan memilih untuk menyandarkan kepalanya pada kepala Krissie dan menyusul kedua temannya ke alam mimpi.
Nah...kalau sudah gitu tuh, nggak akan ada yang berani ganggu mereka. Para fans yang sibuk memanfaatkan momen ini cuma buat memfoto pose tidur mereka, atau sekedar mencuri kesempatan untuk menyentuh rambut, sepatu, atau pakaian mereka harus bergerak dan bekerja sepelan mungkin agar tidak menimbulkan bunyi apapun yang dapat mengganggu kedamaian para malaikat penjaga sekolah, begitulah julukan mereka pada tiga orang konyol yang akan melewatkan jam pelajaran terakhir buat tidur siang.
___
“ Hm...gue jadi pengen balas dendam nih. “ Krissie menggumam tak jelas. Rey nyuekin. Sedangkan Zero sibuk melatih kemampuan nge-drumnya.
Sore hari yang cerah, burung berkicau dan ayam berkotek. Mereka sedang nongkrong santai di rumah Rey sore itu. Kegiatan rutin mereka setiap sore. Soalnya, menurut mereka tempat nongkrong paling enak emang di rumah Rey. Daripada nongkrong di mall atau cafe, atau parahnya lagi di pinggir jalan.
Alasan mereka yang pertama, Rey itu Tuan muda, jadi mereka bebas mau ngapain aja disana. Kedua, daripada di mall atau cafe, mereka lebih suka makan-makan atau ngemil di rumah Rey. Soalnya makanan dan minumannya lebih lengkap.
Maklum deh, Rey kaya banget. Rumahnya gede, halamannya juga luas. Rumah bercat putih itu hampir menghabiskan 1 hektar tanah. Halaman depannya luas, tepat di depan rumah ada sebuah air mancur dengan kolam bulat di bawahnya. Membentuk jalan lingkar dengan kerikil dan pasir halus. Di sisi lain jalan tersebut terhampar taman dengan beraneka ragam bunga. Di sebelah kanan terdapat sebuah labirin mungil dengan pagar tanaman setinggi pinggang.
Sedangkan taman sebelah kirinya lagi berdiri sebuah rumah kaca. Tempat Mama Rey menghabiskan hampir seluruh harinya. Beribu-ribu jenis tanaman hias ada disana. Mama Rey memang penggila berkebun, ia rela mengeluarkan berjuta-juta uang hanya untuk memesan tanaman dari luar negeri.
Di halaman bagian samping kiri, terdapat sebuah kolam renang dengan seluncuran setinggi 5 meter yang meliuk-liuk dengan ujung yang satu di balkon kamar Rey yang memang menghadap ke arah kolam renang dan ujung satunya lagi di bagian selatan kolam. Ada sebuah tangga yang menghubungkan balkon tersebut dengan teras di lantai satu.
Di sekitar kolam terdapat jamur-jamur dengan atap ilalang sebagai tempat bernaung yang di bawahnya disediakan kursi-kursi mungil. Sedangkan di teras yang menghadap ke kolam renang di lantai satu, ada satu set peralatan nge-band pribadi milik Rey. Ruangan itu terhubung langsung dengan ruang keluarga yang dibatasi dengan pintu geser dari kaca.
 Halaman belakang yang lebih luas yang ditumbuhi pohon-pohon cemara besar menjadi semacam tempat piknik yang nyaman. Juga merupakan tempat yang cocok untuk pesta-pesta yang sering diadakan keluarganya.
Bagian kanan rumah tersebut ada sebuah kebun sayuran yang sekali lagi, dikelola secara pribadi oleh Mama Rey dengan bantuan beberapa tukang kebun. Hampir setiap hari Rey makan makanan organik.
Zero dan Krissie sering mengejeknya kayak kambing. Makanannya ijo-ijo mulu. Tapi Rey lebih suka sayuran daripada daging, mungkin karena sudah terbiasa.
Tiba-tiba Krissie sudah berdiri di ujung seluncuran di balkon kamar Rey. Ia merengut karena sejak tadi dicuekin Rey yang sibuk baca novel dan Zero yang rame sendiri dengan stik drumnya karena sudah bosan bermain gitar.
Krissie duduk di atas seluncuran dan mendorong tubuhnya maju sehingga langusng meluncur mulus dan masuk ke kolam renang dengan deburan keras air yang langsung nyiprat kemana-mana.
Ia memang sengaja menceburkan dirinya keras-keras. Air yang berhamburan ke pinggir kolam tersebut mengenai buku Rey dan wajah Zero.
“ Krissie! Gila elo! Bisa rusak nih semua peralatan mahal. “ Dengan kesal Zero meletakkan stik drumnya, ia berjalan hingga ke pinggir kolam dan berkacak pinggang pada Krissie yang masih cemberut.
“ Sorry ya, elo ngomong sama gue? “ Krissie keluar dari kolam renang dengan tampang ketus. Tubuhnya yang basah terbalut bikini putih terlihat bersinar di bawah sinar matahari sore.
“ Elo cari gara-gara sama gue?! “ Zero mencengkram wajah Krissie dengan tangannya.
“ Halah hendiri hari hadi dihomongin huek haja. “ suara Krissie tidak jelas dengan tangan Zero mencengkram pipinya.
“ Ha? Ngomong apaan elo? Human speak please? “ Zero semakin bersemangat menyiksa Krissie.
“ Eh Kris, maksud elo apaan sih? Basah nih novel gue! “ Rey menghampiri mereka berdua sambil mengelap kacamatanya yang basah. Mata Rey memang sudah minus satu karena hobi membacanya yang di atas normal itu.
Ia bahkan sudah mempunyai perpustakaan pribadi di rumahnya. Dengan rak penuh buku yang menjulang dari langit-langit sampai ke lantai.
“ Iya nih, rese banget nih anak. Enaknya diapain nih Rey? “ Zero mengerling jahil.
“ Gue ada ide. “ tiba-tiba Rey sudah membopong tubuh Krissie yang langsung berteriak kaget. Zero segera tanggap dan membantu Rey.
“ Waa...!!! turunin! “ Krissie memberontak. Tapi tubuhnya yang mungil itu tidak berarti apa-apa di tangan Zero dan Rey.
“ Satu... “ Rey dan Zero menghitung berbarengan.
“ Dua...tiga..!!! “ Byur!!! Mereka melempar tubuh Krissie ke dalam kolam renang. Airnya langsung menggelegak dan bercipratan kemana-mana, juga membasahi kaus Rey dan Zero.
Rey langsung membuka kausnya, memperlihatkan otot-ototnya yang kokoh dan kulit putihnya. Ia berjalan sedikit menjauhi kolam, memutar tubuhnya, mengambil ancang-ancang, berlari dan melemparkan tubuhnya ke dalam kolam. “ Wuu...!! “
Byur! Sekali lagi air bermuncratan kemana-mana. Zero menyusul kemudian. Jadilah mereka akhirnya ciprat-cipratan air. Sasarannya tentu saja Krissie yang sekarang sudah megap-megap kehabisan napas. Ia berjuang meraih tepian kolam di antara cipratan air di sekelilingnya, yang sebagian masuk ke hidung dan telinganya.
Akhirnya setelah perjuangannya yang tak mengenal lelah, Krissie mencapai tepi kolam dan menghela dirinya naik. Ia bergegas mengambil napas.
“ Gila elo semua?! Mau bikin gue mati?! “ Krissie berseru ngamuk.
“ Ha...ha...ha...! “ mereka hanya tertawa melihat Krissie membuka tutup mulutnya sambil terbatuk-batuk.
“ Gue pulang! “ Krissie menghentakkan kakinya dan membalikkan tubuhnya menuju pintu kaca.
“ Wait...!! Eh Kris! Tunggu dong! Gitu aja ngambek! “ Zero kalang kabut dan bergegas menyusul Krissie. Ia mengangkat tubuhnya dari dalam kolam dan menahan tangan Krissie.
Bisa berabe kalau Krissie nantinya ngadu ke bokapnya, pasti Zero kena marah sama Papinya.
“ Eh...please deh... elo nih nggak asyik banget sih! Jangan ngambek dong! Kita kan cuma ngebales elo. “ Zero berseru gusar.
“ Bales nggak gitu caranya. Nih! “ tiba-tiba Krissie mendorong tubuh Zero yang kebetulan masih berdiri di tepi kolam hingga terjatuh lagi dengan suara ceburan yang keras.
Rey yang melihat tingkah laku teman-temannya hanya tertawa terbahak-bahak.
“ Oke, oke, gue ngaku kalah! “ Zero berkata megap-megap.
Krissie menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum penuh kemenangan.
“ Sekarang gue tanya, elo tadi minta apa sih kok sampai rese gitu? “ Rey berbicara. Ia sudah mengambil handuk dan mengelap tubuhnya yang basah.
Krissie duduk di samping Rey dan merengut. “ Gue tadi bilang, gue pengen bales dendam. “ sahut Krissie datar, dingin dan dalem.
“ Elo masih belum kapok rupanya dihukum? “
“ Semua itu sih nggak seberapa sama rasa sebel gue! “ akhirnya cewek mungil itu meledak marah.
“ Eh, eh, tunggu dulu, elo kayaknya ada dendam pribadi nih ma tuh cupu? “ Zero bergabung dengan mereka.
“ Emang! “ seru Krissie menggebu-gebu.
“ So... “
“ Jadi, gini nih ceritanya... “

“ Hei, gue Krissie. “ Krissie mengulurkan tangannya pada Sasa yang sibuk mengutak atik mikroskopnya dan tidak menggubrisnya.
“ Gue tahu. “ jawab Sasa singkat, padat dan jelas.
“ Oh... emm...tugasnya apa nih? “
Siang itu ada praktek Biologi buat Krissie. Entah bagaimana ia bisa mendapatkan Sasa, si cupu sebagai partner labnya.
Apalagi dia belum mengenal tuh cewek. Maklum, Sasa pendiam dan cenderung suka menyendiri, atau Krissie saja yang tidak pernah berusaha mengenal teman-teman sekelasnya.
Krissie pun mengangkat sudut bibirnya dan menyeringai. Batinnya di dalam hati, ‘sok banget nih anak?’
“ Elo bisa megangin kodoknya waktu mau kita bedah nanti. “ jari Sasa menuding sebuah kotak kaca berisi kodok berwarna hijau kecoklatan. Matanya tetap tak lepas dari lensa mikroskop sambil tangannya bergerak menggambar apa saja yang dilihatnya.
Krissie meringis. “ Gue...megang kodok itu? Euuyy... “ Ia bergidik ngeri.
“ Kenapa? Nggak mau? Atau elo lebih pengen bedah perutnya dan misahin organ-organnya? “ baru kali ini Sasa mengalihkan wajahnya pada Krissie. Krissie cukup terkejut karena di balik kacamata dan rambut Sasa yang terkepang satu di belakang, ada segurat wajah manis yang sedang menatapnya tajam. Mengisyaratkan, “ mau protes elo? “
“ Ups, no, thanks. “ Krissie berusaha keras menahan mual dan duduk di samping Sasa.
“ Yup, anak-anak! Waktunya membedah...! “ Pak Gogon bertepuk tangan dua kali dan berteriak lantang.
“ Eeuyy...please deh... “ Krissie memalingkan wajahnya dan memandangi kodok di dalam kotak kaca yang masing-masing terdapat di setiap meja praktikum.
Kodok itu seperti balas menatap dan menantang Krissie. Perutnya kembang kempis.
“ Nunggu apaan sih elo? Cepet ambil kodoknya, kita ketinggalan tuh! “ Sasa berseru gemas. Krissie merengut dan mengedarkan pandangan ke sekeliling laboraturiom. Benar saja, murid-murid lain sudah memulai praktikumnya.
Diam-diam Krissie merutuki Maminya di dalam hati, yang telah menyuruhnya mengambil kelas Biologi.
“ Iiihh... “ Krissie membuka kotak kaca itu dengan teramat sangat hati-hati.
“ Cepetan dikit napa? “ Sasa mulai menyiapkan alat-alat yang akan digunakan. Krissie hanya mendengus kesal dan menggerutu pelan.
“ Euuyy... mandi kembang tujuh rupa ntar gue sampe rumah. “
“ Eh, elo mau mandi pake kembang tujuh rupa kek, pake lumpur lapindo kek, gue nggak peduli. Yang gue peduliin disini cuma nilai praktikum gue. “ sahut Sasa ketus.
Hhh...mimpi apa gue semalam dapat partner kayak gini? Krissie membatin kesal dalam hati.
Ia memegang tubuh kodok itu di tangannya sambil mengernyit jijik saat kodok itu menggeliat pelan.
Tiba-tiba, kodok itu melompat ke dadanya. “ Kyaa....!!! “ Krissie menjerit histeris. Ia melompat kesana kemari. Tangannya mengibas tak tentu arah sambil tetap menjerit-jerit panik.
“ Hmpfh! Ha...ha...ha...!! “ Sasa tertawa keras melihat kepanikannya. Diikuti seluruh murid di ruangan itu.
“ Tenang anak-anak! Krissie! Sedang apa kamu?! Jangan main-main ya kamu! “ Pak Gogon membentak galak.
Krissie masih tidak berani menangkap kodok yang masih setia bertengger di kerah jas lab-nya.
“ Would you help me?! “ Krissie berteriak marah pada Sasa yang hanya memandanginya sambil tertawa terpingkal-pingkal.
“ Ha...ha...hmpfh! No, thanks. Gue juga jijik kok. “ Sasa tersenyum menahan tawa.
“ Kya! “ Krissie menjerit terkejut saat tiba-tiba kodok itu meloncat dari dadanya ke atas meja praktikum dan bertengger nyaman.
Sasa melihat ada kemungkinan kekacauan. Ia hampir menerkam kodok tersebut saat kodok itu tiba-tiba berloncatan kian kemari menabrak tabung erlenmeyer, mikroskop dan seluruh peralatan di atas meja dan menghempaskannya ke lantai dengan bunyi kerompyang keras.
Dalam sedetik, ruang itu hening. Krissie mendesah lega saat mengetahui nyawanya tak lagi terancam.
Tiba-tiba, geraman keras membahana di ruangan tersebut. Sasa dan Krissie menoleh ngeri ke arah Pak Gogon yang wajahnya sudah merah padam karena marah.
“ Krissie Marchentia! Ferisa Adryanisea! Detention! “
Yah...begitulah akhirnya. Mereka berdua dihukum skorsing dari kelas Biologi selama satu minggu dan diharuskan membersihkan ruang laboratorium sehabis praktikum hari itu.
Bayangin aja, membersihkan sisa-sisa pembedahan katak. Wooeekksss...!! Malam itu Krissie kena flu perut. Bolak-balik kamar mandi dengan perut serasa dikocok-kocok

“ Gue nggak bakal lupa hari itu. “ Krissie menggeram kesal.
“ Hmpfh! Ha...ha...ha...!! “ Zero dan Rey tertawa terbahak-bahak setelah mendengarkan penuturan panjang lebar dari Krissie.
“ Brengsek elo pada! “ Krissie menonyor kepala Zero keras-keras.
“ Oke, oke, so, that’s why you want to pay back? “ Rey menahan tawa.
Yes, that’s all the reason. “ Krissie mendengus.
“ Sorry nih Kris, bukan maksud ngehina elo nih ya, tapi, elo sendiri yang bego. Kenapa elo nggak nangkep kodok itu sebelum dia ngelompat ke meja? “
“ Hello...Zero? What part of your brain that is so stupid?! Gue kan jijik banget sama tuh makhluk! Euuyy... “ Krissie bergidik ngeri mengingat hari paling menyebalkan dalam hidupnya tersebut.
“ Oke, oke, serius nih. Jujur ya, gue juga sebel sama tuh cupu. Dia emang sok banget kok! “ kali ini malah ganti Zero yang menggebu-gebu. Ia mulai mencak-mencak di lantai.
Rey dan Krissie berpandangan heran.
“ Pokoknya, kita luncurkan acara balas dendam kita! Kita mulai penyelidikan, kita mata-matai dia, kita cari kelemahannya, kemudian kita hancurkan dia! Hua...ha..hatci...!! “
Krissie dan Rey mengangkat sudut bibirnya dan melontarkan pandangan cengo.
“ Uh...sial! padahal gue mau ketawa serem, biar kayak penjahat-penjahat di TV gitu. Malah akhirnya bersin! “ Zero mengelap ingusnya.
Krissie mengernyit jijik. “ Oke, enough, siapa yang ikut?! “ Ia mengulurkan tangannya ke depan dengan telapak tangan menghadap ke bawah.
“ Pastinya... “ Zero menumpangkan tangannya di atas tangan Krissie.
Rey memutar bola matanya dengan sebal. “ Whatever. “ Ia menyambar handuknya dan masuk ke dalam rumah.
“ Woi! Rey! Awas lu ya! “ kedua sahabatnya berteriak-teriak heboh.
___
“ Naruto memanggil Sasuke. Sasuke masuk! Roger. “
“ Sasuke masuk. Ada perkembangan? Roger. “ Rey yang mendapat peran sebagai Sasuke siang itu tengah berdiri di pinggir gerbang sekolah menunggu Sasa.
Bel pulang sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu. Tapi Sasa tak kunjung muncul.
“ Target terlihat. Orochimaru arah jam 2. bersiaplah. Roger. “
Rey mengalihkan pandangan ke arah yang dikatakan Zero. “ Target terlihat. Siap menyerang. Roger. “ Rey menghela napas dan memasukkan walkie talkie yang baru saja dibeli Zero kemarin sebagai keperluan mata-mata.
Sejak tadi ia berdiri bersandar di tembok gerbang menunggu kemunculan Sasa. Sedangkan Zero sendiri bersembunyi di balik tong sampah di seberang jalan depan gerbang.
Rey merasa sangat bodoh terlibat dalam rencana konyol teman-temannya. Ia melihat Sasa berjalan ke arahnya dengan langkah gemulai.
Sementara itu, Sasa yang tidak tahu bahwa dirinya sedang diincar dan dijadikan target no.1, sebagai orang yang paling tidak diinginkan, berjalan santai menuju gerbang sekolah.
Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang saat dilihatnya seseorang berdiri di tengah gerbang, tersenyum ke arah dirinya. Ia memalingkan wajahnya kesana kemari, seperti meyakinkan diri bahwa orang itu memang sedang tersenyum padanya.
Nih anak, beneran lemot atau gimana sih? Rey membatin dongkol dalam hati. Matahari terasa terik menyengat dan membuat kesabaran Rey hampir habis. Tapi ia tetap memasang senyum mautnya. Ia melambaikan tangan pada Sasa, mengisyaratkan cewek itu untuk mendekat.
Saat ia menyadari bahwa memang dirinyalah Sasa menatap cengo pada Rey dan menuding dirinya sendiri sambil melayangkan pandangan penuh tanya. Rey mengangguk-angguk.
Gue semakin pengen bunuh nih cewek. Pikirnya benar-benar kesal. Tapi senyumnya masih terukir indah, walaupun otot-otot pipinya mulai pegal.
Sasa berjalan perlahan dipenuhi keraguan ke arah Rey. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Rey tersenyum ramah kepadanya dan ingin berbicara dengannya.
Maklum saja, seumur-umur, Rey belum pernah satu kalipun berbicara padanya, walaupun mereka sama-sama pengurus OSIS. Rey selalu hanya memandanginya dengan penuh tanya. Mungkin penampilan dan raut wajah Sasa memang patut dipertanyakan.
Langkahnya semakin melambat saat ia berpikir bahwa tidak mungkin Rey mau berbicara dengannya.
Sementara Rey masih tetap tersenyum, tapi sorot matanya sudah haus darah melihat kelambanan Sasa.
“ Ka...kakak manggil saya? “ Sasa menundukkan wajah dan bertanya takut-takut saat jaraknya dengan Rey sudah 1 meter.
Rey melangkah mendekat, tapi Sasa malah mundur. Dalam hati Sasa, ia merutuki kebodohannya karena terlihat bersikap kurang ajar di depan penguasa nomor satu  di sekolahnya.
Rey yang paham kalau Sasa ingin menghindar akhirnya menghentikan langkah kakinya dan memandang wajah Sasa yang tidak terlalu terlihat karena kepalanya menunduk. Apalagi postur tubuh Sasa yang mungil, mirip Krissie membuat Rey harus menunduk saat memandanginya.
“ Elo...yang namanya Ferisa Adryanisea, sekretaris OSIS, zodiak Pisces, golongan darah A, tanggal lahir 13 Maret 1993, iya kan? “
“ Ha? “ Sasa ganti melongo.
Rey menepuk kepalanya dan mengutuki dirinya yang tolol. Kenapa ia sampai menyebutkan profil Sasa yang diberikan Zero padanya kemarin. Sasa pasti menganggapya stalker. Ia menggeram lirih dan memalingkan wajahnya lagi pada Sasa.
Kali ini ekspresinya sudah berubah lagi. Ia tersenyum lembut. “ Sorry, gue bikin elo takut ya? “
Sasa menggeleng pelan. Seluruh rasa takutnya seakan menguap begitu saja melihat kebodohan Rey barusan.
“ Maklum, gue kan ketua OSIS, jadi gue suka mempelajari profil siswa dulu sebelum ngajak mereka kenalan. “ Sasa hanya mengangguk-angguk.
“ Kakak...Aviano... “
“ Reyafizta. Iya, itu gue. Panggil aja Rey. “ potong Rey cepat. Membuat kegugupan Sasa balik lagi.
Sasa sadar bahwa sejak tadi ia memandangi Rey dengan tatapan memuja dan terpesona. Ia langsung menundukkan kepalanya lagi.
“ Ma, maaf, ada apa ya? “ tanya Sasa takut-takut.
“ Ha...ha...ha..! Tenang aja kali, gue nggak bakal gigit elo kok. Gue cuma pengen ngajak elo pulang bareng. “ sekarang Rey benar-benar terhibur dan mulai menikmati tugas yang diberikan Zero padanya itu.
“ A, apa? “ Sasa mengangkat wajahnya dan memandang kaget pada Rey. Deg! Jantungnya langsung mencelos dan serasa hampir jatuh hingga ke ujung kaki saat tanpa sengaja pandangan matanya bersirobok dengan mata Rey.
Tiba-tiba ia merasa lututnya mendadak lemas. Seorang Rey, ketua OSIS sekolahnya yang paling dipuja seluruh cewek di sekolah ini mengajaknya pulang bareng?! Sasa hampir terjatuh, tapi dengan sigap Rey menangkapnya dan memeganginya.
“ Elo nggak apa-apa? “
“ T, t, thanks. “ Sekarang wajah Sasa memerah menyadari kebodohannya.
Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya dan melihat beberapa anak yang sedang berjalan menuju gerbang menatap mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Sasa menundukkan wajahnya, malu.
“ Maaf, saya rasa saya nggak bisa. Saya... “ sekali lagi ia memandang takut-takut ke sekelilingnya. Dilihatnya kerumunan cewek memandanginya dengan tatapan tajam di kejauhan. Sasa mengenalinya sebagai genk ‘Ratu’. Dengan ketua cewek modis and glamour bernama Princess yang benar-benar menganggap dirinya Tuan Putri di sekolah ini.
Sasa juga mendengar bahwa banyak anak kelas satu yang mendapat masalah karena berbicara dengan Rey, idola mereka. Sekali Sasa melirik ke arah mereka. Kali ini ia melihat Princess yang mengerutkan kening dan bibirnya melihat kedekatan Sasa dengan Rey.
Wajah Sasa memerah saat ia sadar bahwa sejak tadi tangan Rey masih memegangi lengannya. Ia mendongak dan berusaha melihat raut wajah cowok itu. Wajahnya berada di balik bayang-bayang wajah Rey yang menghalangi sinar matahari. 
Terlihat sedikit kecemasan di balik matanya yang menatap Sasa dengan tajam. Gurat wajahnya masih selembut tadi.
“ Maaf, saya harus pergi. “ Sasa cepat-cepat menundukkan kepalanya dan melepaskan lengannya dari tangan Rey. Ia berlari secepat yang ia bisa. Dan dalam sekejap menghilang di balik gerbang.
Rey hanya mampu memandang bingung melihat keanehan Sasa. Terdengar suara Zero yang memaki-maki dari walkie talkie di sakunya. Tapi mata Rey masih menatap sisa-sisa kepergian Sasa. Matanya tak mau lepas dari tempat Sasa menghilang barusan.
Ia tersenyum kecil. Sepertinya ia bakal menyukai tugas dari Zero kali ini. Memori di kepalanya memutar cepat saat-saat tadi, saat mata Sasa menatapnya penuh pesona dan saat ia melihat ketakutan di balik mata itu. Ia merasa ingin menghilangkan perasaan itu dari gurat wajah Sasa. Ia benar-benar ingin melakukannya dan ia tidak tahu kenapa.
“ Naruto memanggil Sakura! Sakura! Cepat masuk! “
“ Iya, iya? Apaan sih? “ terdengar suara Krissie di seberang sana tak sabar. Ia kebagian tugas mengawasi rumah Sasa. Sejak tadi ia terus bersembunyi di balik pohon di seberang jalan rumah bertingkat tersebut.
“ Target lolos, Orochimaru pergi ke arahmu! Cepat bersiap! “
“ Hah?! Oke! Siap kapten! “ Zero mendesah dan menghela napas berat. Ia bangkit dan keluar dari tempat persembunyiannya.
Rey tampak berjalan ke arahnya. “ Eh, bego banget elo Rey?! Kenapa elo biarin target kita lolos?! “
“ Ah, sebodo amat. Lagian Krissie udah siap kan? “ Rey menjawab acuh tak acuh. Otaknya masih sibuk berpikir, kenapa ia merasa sangat penasaran dengan Sasa sekarang.
Akhirnya, dengan hujan gerutuan dari Zero, mereka berdua berjalan pulang menyusul Krissie.

Sementara itu, ada seseorang lagi yang mengincar Sasa.
“ Brengsek banget tuh anak Princ! “ Mami, salah satu anggota genk Ratu mengumpat.
“ Easy genk...she’s not just done, she’s well done. “ Princess menyeringai dingin. Ia mengibaskan rambutnya yang panjang bergelombang dan tersenyum lebar. Senyum kejam.
Anggota genknya yang lain tersenyum puas mengetahui pemimpinnya tidak tinggal diam melihat tingkah laku anak kelas 1 yang mereka anggap sok.
___
Sementara itu, di depan rumah Sasa, Krissie masih sabar menunggu kemunculan Orochimaru.
Beberapa saat kemudian, ia muncul. Krissie mulai melihatnya di ujung belokan. Gadis berseragam SMU yang berlari-lari kepayahan. Tas gendongnya bergerak naik turun di punggungnya.
Krissie menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia mulai keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan menuju gerbang rumah Sasa, berdiri disana menyongsong kedatangan Sasa.
Sasa berhenti mendadak begitu jarak pandangnya cukup jelas untuk mengetahui siapa cewek cantik dengan payung putih yang berdiri di depan rumahnya. Dengan napas masih terengah-engah karena ia berlari dari sekolah sampai ke rumahnya, Sasa mendekati Krissie.
“ Hh...hh...hh...Krissie? Hh... “ Sasa ngos-ngosan dan bicara terbata-bata.
Krissie bermaksud tersenyum, tapi ia hanya meringis. “ Hei Sa, “ sapanya singkat. Dilihatnya gadis itu sudah benar-benar hampir pingsan. Wajahnya sudah hitam merah antara kepanasan dan kelelahan.
“ Hei...Kris... sie. “ tubuh Sasa limbung dan jatuh ke depan. Hampir saja Krissie telat bertindak dan membiarkan wajah Sasa mencium aspal dan membuat hidungnya patah.
Tapi dengan cepat ia menangkap tubuh Sasa walaupun ia sendiri ikut terjatuh dengan bokong lebih dulu.
“ Auw! “ Krissie mengerang kesakitan saat bokongnya mencium aspal. “ Sialan nih anak. Bikin gue apes mulu bawaannya. “ Krissie berusaha bangkit dan memapah Sasa menuju gerbang rumahnya.
Ia membunyikan bel secepat dan sesering yang ia bisa. Tak lama kemudian, seorang wanita separuh baya keluar dan membukakan gerbang.
“ Oh my God, Sasa! “ Mami Sasa mencelos melihat anaknya terkulai tidak berdaya di pelukan Krissie.
“ Emm...met siang Tante, Sasa dehidrasi dan pingsan di depan rumah nih. “ Krissie meringis lagi. Mami Sasa memandanginya dengan pandangan ingin tahu.
Nih Ibu sama aja sama anaknya, bikin sebel! Krissie memaksakan senyuman tetap menghiasi wajahnya yang tampak mulai kepayahan menahan berat tubuh Sasa.
“ Oh...temennya Sasa ya?! Kenalin, saya Maminya Sasa. “ Dengan antusias ia mengulurkan tangan kanannya. Dan dengan susah payah Krissie menjabatnya sambil masih menahan tubuh Sasa agar tidak terjatuh.
“ Krissie Tante. Emm...saya udah nggak kuat nih. Tolongin dong... “ Krissie memohon dengan teramat sangat. Kalau saja Maminya sedang tidak ada disini, mungkin Krissie sudah membiarkan Sasa terjatuh ke atas aspal yang panas karena terik sinar matahari atau kalau perlu, ke dalam selokan di depan rumah Sasa sekalian.
“ Oh iya, ya ampun...i’m so sorry. “ Mami Sasa segera membantu Krissie memapah tubuh lunglai anaknya ke dalam rumah.
Krissie mengedarkan pandang saat melewati halaman rumah tersebut. Mirip sekali dengan rumah Rey walaupun dalam versi kecilnya. Taman bunga tertata rapi di depan teras rumah, dengan jalan lebar di bagian samping kanannya yang mengarah langsung ke garasi.
Tanaman hias tumbuh subur dan rimbun. Ada juga kolam ikan di bagian pojok halaman dengan air terjun kecil di pojoknya. Sekilas ia melihat kebun sayur di samping rumah tersebut.
Saat ia mulai melangkahkan kaki ke teras, ternyata teras tersebut juga dipenuhi berbagai macam tanaman hias. Ada sebuah jambangan besar di pojok teras tepat di samping pintu berisi teratai air besar.
Tanaman gantung juga menjulur dari pot yang tergantung di langit-langit di tepi teras.
“ Wah, rumahnya asri banget. “ Tanpa sadar Krissie berucap.
“ Ah...iya, terima kasih Kris. Tante memang paling suka sama tanaman. “ Mami Sasa tiba-tiba menyahut.
“ Saya rasa saya kenal orang yang mirip dengan Tante. “ Krissie terkekeh mengingat Mamanya Rey yang sangat terobsesi dengan tanaman hias.
“ Oh ya? Wah, kapan-kapan boleh dong Tante dikenalin sama kenalan Krissie. Siapa tahu bisa berbagi pengalaman atau tukar-tukaran tanaman. “
“ Iya, Tan. “ Krissie tersenyum sopan sekarang.
Ia sendiri heran, kenapa suasana hatinya berubah secepat ini begitu memasuki rumah Sasa. Mungkin pengaruh dari kesejukan dan ketentraman di rumah Sasa.
“ Taruh disini saja, Kris. “ Mami Sasa mengarahkan Krissie ke arah sofa di ruang keluarga.
Sejak masuk tadi Krissie tidak terlalu memperhatikan. Tapi setelah tubuh Sasa dibaringkan di sofa dan ia duduk di sofa lain, sambil memijat-mijat bahunya yang pegal, baru Krissie menyadari apa yang aneh dari rumah itu.
Serba hijau!! Tembok bercat hijau, sofa hijau, meja hijau, TV berbingkai hijau, rak hijau, figura hijau, gorden hijau, lampu kristal gantung hijau. Sampai Krissie yakin rumah itu lumutan!
“ Emm...rumah yang unik, Tante. “
“ Oh...thank you. Tante memang green lover. “ baru kali ini Krissie memperhatikan penampilan dan gaya bicara Maminya Sasa dan itu membuatnya lebih stres dari sebelumnya.
Wanita itu memakai sebuah dress putih bermotif dedaunan yang yeah...lagi-lagi hijau. Sebuah kalung manik-manik besar tergantung di lehernya dan berwarna tebak apa pemirsa...?
Hijau!
Begitu pula dengan anting-anting emas putih dengan kristal berbentuk daun semanggi berwarna hijau. Krissie masih heran, kenapa tidak sekalian rambutnya dicat hijau? Biar kayak burung kutilang sekalian.
“ He...he...kelihatan banget Tante. “ Krissie nyengir nggak jelas.
“ Oh...sebentar ya, kita harus bangunin Sasa dulu. “ Tante itu bergegas berjalan menuju bagian belakang rumah, yang menurut Krissie dapur.
Tak lama kemudian ia kembali dengan sebuah nampan berisi teko kristal dan gelas-gelas kristal. Teko itu berisi cairan hijau yang langsung membuat Krissie bergidik. Membayangkan rasanya.
“ Well...please have a delicious spinach juice. “ ia berkata riang dan menyerahkan sebuah gelas kristal pada Krissie kemudian mengisinya dengan cairan hijau kental tersebut.
Hold on! What was she said? Spinach juice?! Euuyy...!!
Krissie menelan ludah dan menatap gelas di tangannya. “ Jus...bayam Tante? “ tanya Krissie hati-hati.
“ Oh...yes, yes, real good taste! Try it. “ Mami Sasa masih terus tersenyum lebar dan menawarkan jus bayam yang langsung dapat dipastikan Krissie sebagai minuman favorit keluarganya.
Pantes aja anaknya jadi aneh gitu. Tiap hari dicekokin beginian. Batin Krissie semakin khawatir saat ia memaksa tangannya bergerak dan menyentuhkan pinggiran gelas ke bibirnya.
Ia merasakan sentuhan dingin di ujung bibirnya. Ia menjauhkan gelasnya sedikit kemudian dengan hati-hati menjilat sisa cairan yang menempel di bibir mungilnya.
“ Hah? Enak. “ Krissie menjilat sekali lagi dan merasakan jus tersebut. Rasanya manis dan gurih jadi satu. Aneh. Tapi enak. Krissie jadi merinding. Apa dia sudah ikutan gila sampai-sampai ia terus menenggak cairan hijau tersebut sampai habis.
Ia meletakkan gelas yang hampir kosong itu ke atas meja dan mengamati Mami Sasa yang berusaha membangunkan putrinya dengan menyalakan lilin aroma therapy. Sebentar kemudian, wangi segar dan menenangkan menguar di sekeliling ruangan tersebut.
Sasa sedikit menggeliat dan kemudian membuka matanya.
“ Mami? “ suaranya terdengar parau dan hanya berupa bisikan lirih.
“ Hi darling... “ Maminya tersenyum lega dan menyodorkan segelas jus padanya. Krissie tersenyum tipis pada Sasa.
Sasa bangkit dan terduduk. Ia menerima gelas yang disodorkan Maminya dan mulai meminumnya.
“ Kamu nggak apa-apa kan sayang? Kepala kamu nggak pusing? “ Maminya terlihat begitu khawatir. Sasa hanya menggeleng lemah dan berbisik lirih.
“ Sedikit... “
“ Mau Mami panggilin dokter? Kamu istirahat yang banyak ya, Nak. Mami nggak mau kamu kenapa-napa. “ Wanita setengah baya itu membelai lembut rambut anak semata wayangnya dengan penuh kasih sayang.
Krissie merasa sedikit iri dengan keharmonisan pemandangan di depannya. Tapi ia tidak mau berlama-lama disini. Tidak untuk saat ini. Saat air matanya mulai merebak. Hatinya terasa pilu. Dan ia tidak tahu apa yang terjadi.
“ Ehem, “ ia berdeham pelan.
“ Oh, eh iya, tadi waktu kamu tiba-tiba pingsan, Krissie lho yang nolongin kamu. “ Maminya tersenyum ramah pada Krissie. Baru saja menyadari keberadaan makhluk yang satu itu.
“ Nggak apa-apa kok, Tan. Lagian kita kan temenan. “ Krissie merasa suaranya sedikit parau.
“ Kamu nggak ikut-ikutan sakit kan Kris? Kok suaramu tiba-tiba serak gitu? “ Krissie hanya menggeleng dan tersenyum kecut.
“ Nggak apa-apa Tante. “
“ Lho? Krissie? “ Sasa terlihat begitu terkejut sampai-sampai gelasnya hampir terjatuh. Matanya membelalak liar. Ia beringsut sedikit menempelkan lengannya pada Maminya.
“ Hei Sa? Udah baikan? Elo dehidrasi banget lho tadi. “
“ I, i, i, iya. Gue...baik. Th, thanks udah nolongin gue. “ ia memaksakan suaranya yang hanya berupa bisikan keluar dari mulutnya.
“ Ha...ha...ha...! Nyantai aja lagi, Sa. Gue kesini bukan mau gigit elo kok. “ Krissie tertawa geli melihat tingkah laku Sasa.
Sasa berdeguk pelan. Berusaha memuntahkan kata-kata yang serasa tersangkut di tenggorokannya.
“ Gue....tahu kok. “
“ Aduh...aduh...girls time...! Mami ke belakang dulu ya?! Ajak aja Krissie ke kamar kamu. “ Maminya bersenandung riang dan mulai berjalan anggun menuju dapur. “ Oh iya, Sasa, nanti kamu minum obat ya? “ Ia berhenti sebentar dan berkata.
“ I, iya Mi. “ Dalam hati ia melolong sedih mengapa Maminya secepat itu meninggalkannya. Help...!!! Sasa hampir gila!
Keheningan yang mengalahkan sepinya kuburan Jeruk purut di malam hari terasa lebih mencekam. Sasa duduk kaku di tempatnya sementara Krissie masih sibuk mengedarkan pandangan kesana kemari menikmati keajaiban rumah hijau.
“ Ehem, ke...taman yuk. “ Sasa memecahkan keheningan.
“ Ke kamar elo aja kenapa? “ Rayu Krissie dengan tampang tanpa dosa. Suaranya begitu ringan sehingga Sasa nyaris mengira Krissie mengajaknya main barbie.
Sasa terkesiap. “ Ke...kamar? Ta, tapi, kamar gue berantakan. “ Ia berdalih. Yang tentu saja takkan menggoyahkan semangat Krissie sedikit pun.
“ Santai aja lagi Sa. Kita sekarang kan temen. “ Sasa mengerutkan kening. Ha? Sejak Dinosaurus bangkit dari kubur? Yang artinya impossible.
Sasa bangkit berdiri dengan ragu-ragu. Sedikit limbung. Krissie dengan sigap memegangi lengannya. Sasa terkejut, hampir mengelak. Tapi ia tidak mau menghancurkan kepalanya ke lantai hanya demi gengsi.
“ Ke atas Kris. “
Mereka berdua pun berjalan pelan menuju tangga di samping ruangan.
“ Rumah elo... “
“ Kayak muntahan ya? “
“ Ha? E...he...he...he... siapa bilang sih, Sa? Gue kan belum selesai ngomong! “ Krissie terkekeh.
Suasana mulai mencair. Sasa ikut terkekeh. “ Habisnya...tiap temenku yang kesini pasti bilang gitu. “
“ Ha? Masa sih? Tapi menurut gue rumah elo tuh natural. Kayak Oasis. Gue suka deh. Sejuk, dan nyaman. Mungkin gue betah main kesini tiap hari. “
Tangan Sasa yang dipegangi Krissie tiba-tiba menegang dan Krissie merasakannya, ia lantas melanjutkan. “ Of course gue nggak bisa, gue kan orang sibuk gitu... “ Ia mulai terkekeh lagi. Kali ini Sasa hanya tersenyum ragu.
Mereka melewati lorong panjang yang dipenuhi foto-foto anggota keluarga Sasa. Foto Sasa pun terpajang sejak ia lahir hingga sekarang. Berderet lurus menuju ke ujung lorong yang dinding-dindingnya terbuat dari kayu berpelitur.
“ Ini...kamar gue. “ Krissie bersiap disambut oleh pepohonan, bunga-bungaan bahkan kalau perlu kicauan burung dan teriakan monyet, tapi yang ada hanya ketenangan yang wajar. Saat ia mengedarkan pandang ke arah ruangan berbentuk oval itu ia tersenyum.
Untunglah kamar Sasa normal. Ternyata istilah buah jatuh tak jauh dari pohonnya kadang tidak berlaku.
“ Duduk Kris. “ Sasa mempersilahkan.
Krissie duduk di tengah sofa ranjang berwarna putih yang berbentuk melengkung dan menempel sempurna di dinding. Sebuah meja belajar kecil bertengger di samping sofa. Di sampingnya lagi ada sebuah rak buku penuh komik dan novel-novel, terjemahan maupun lokal.
Lemari besar ada di samping ranjang yang anehnya berbentuk melengkung di bagian yang menempel di dinding. Begitu pula dengan jendela besar di ujung lingkaran oval. Jendela cekung yang sangat menarik.
Krissie pun tak kalah tercengang saat melihat sebuah pintu di sisi lain lemari yang berbentuk melengkung. Kok ada ya pintu model begitu?
Sepertinya semua benda di ruangan ini saling menyesuaikan diri dengan bentuk oval kamar tersebut.
“ Kamar elo... “
“ Kayak telur? Tepat. “ Sasa memotong.
“ Oval? “ Krissie tampak tak terpengaruh dan melanjutkan kalimatnya. “ Unik banget Sa! “ Sasa kaget saat tiba-tiba Krissie memekik kegirangan.
Ia mengerutkan kening saat Krissie mulai mengitari kamarnya dan melihat-lihat berbagai benda yang ada disana.
Sasa hanya duduk tenang di tepi ranjangnya sambil mengamati tingkah aneh Krissie.
Tiba-tiba, Krissie sudah berhenti di hadapannya dan menatap wajahnya dengan kekaguman yang tidak ditutup-tutupi. “ Rumah elo, keren...!!! “ Sasa mencari nada mencela dalam suaranya dan kilatan nakal di matanya.
Tapi yang ia dapati hanya ketulusan yang tidak bisa berbohong. Ia tak dapat menahan rasa geli di dadanya dan langsung tertawa terbahak-bahak.
Kali ini ganti Krissie yang bengong.
“ Elo...nggak gila kan? “
“ Ha...ha...ha...!! Hmpfh! Sorry... gue kaget aja yang berkomentar gitu tentang rumah gue. Karena menurut gue rumah gue tuh aneh banget tahu nggak sih? “ Sasa tersenyum geli.
“ Elo emang gila ya, Sa? Secara, rumah elo tuh unik banget. Nyaman lagi. I just like it. “
“ Whatever you said... “ Mereka berdua tertawa dan akhirnya mengobrol santai hingga lupa waktu.
Krissie heran karena ia begitu cepat akrab dengan Sasa dan tidak menyadari bahwa ia sedang menjalankan sebuah misi hingga ia keluar dari pintu gerbang Sasa dan diserbu oleh Zero dan Rey.
“ Gimana Kris? “
“ Ha? Gimana apanya? “ Krissie malah bengong dan memandang cengo.
“ Ya ampun...elo tadi ngobrolin apa aja sama Sasa?! “ Rey mendesak. Entah kenapa Rey yang biasanya cool itu jadi kelimpungan jika sudah menghadapi topik tentang Sasa.
“ Pssstt...!! “ Zero menarik tangan kedua sahabatnya dan memaksa mereka masuk ke dalam honda jazz merahnya.
Blam! Pintu menutup dan mobil itu langsung melesat pergi dari depan gerbang rumah Sasa.
“ Well...rumah Sasa unik banget. “ Rey melongo mendengar kalimat pertama yang keluar dari mulut mungil Krissie.
“ Gue udah tahu yang satu itu. “ Zero berkata setengah tersenyum geli.
“ Emang gimana Kris? “ Rey tambah penasaran.
“ Wah, susah banget ngejelasinnya Rey, elo harus lihat sendiri. “ Krissie berkata dengan nada berapi-api.
“ Back to the point. Apa aja yang elo omongin tadi sama Sasa? “ Zero menyela.
“ Oh iya! Aduh...si Sasa enak juga ya diajak ngobrol?! Tadi kami tuh habis ngebahas the top five charming guys antara school kita sama school saingan kita. SMA Bayhangkari! “ Zero memutar matanya.
“ Kris, nggak usah bertele-tele gitu bisa nggak?! “ dengan muka bete Zero ngerem mendadak, menempatkan mobilnya di bawah bayang-bayang pohon di pinggir jalan.
“ Udah deh...dengerin dulu! Elo tahu siapa the number guy yang paling charming menurut Sasa? “ Mau tak mau akhirnya Zero penasaran juga. Rey sih sudah dari tadi setia mendengarkan. Menurutnya, sekecil apapun informasi dari Krissie, semuanya penting untuk diketahui.
“ Christian! “ pekik Krissie keras.
“ Ha? “
“ Kak Chris! Ketua OSIS SMA saingan kita itu! “
Zero dan Rey saling berpandangan dan menghela napas. “ Udah gue bilang Rey, kita emang nggak bisa nandingin Christian sampai kapanpun. “ Zero menepuk-nepuk pundak Rey sambil memasang tampang pasrah.
“ Ah, konyol banget sih elo pada! Lagian nih ya, yang patut dikasihani elo Zer, soalnya Rey menempati second place gitu... “
“ What?! Beneran Kris?! “ tanpa sadar Rey berseru kegirangan dan berhigh-five dengan Krissie.
“ Arrghhh...!!! Brisik elo pada! Seberapa penting sih pendapat seorang Sasa?! Dia kan bukan siapa-siapa. Populer aja nggak, sok-sokan menilai orang lain! Malah, gue kasihan tuh ma cowok-cowok yang dinilai ma dia. Rendahan banget. Dia aja yang nggak bisa bedain mana yang baik dan mana yang buruk. Buta kali tuh anak! “
“ Zero! “ Rey membentak Zero yang mulutnya mulai ngelantur kemana-mana. “ Elo nggak berhak ngejelekin Sasa kayak  gitu! “
Zero termangu mendengar seruan Rey. “ Shit! Turun elo pada! “
“ What?! “ Krissie memekik tertahan. “ Nggak mau ah, panas banget tuh! Entar kulit gue bisa gosong nih! “ Protesnya.
“ Udahlah Kris, turun aja. “ suara Rey yang kalem berhasil membujuk Krissie yang walaupun udah dongkol setengah mati akhirnya mengikuti Rey turun dari jazz merah Zero.
Brak!! “ Brengsek elo Zer! “ Maki Krissie. Dengan bunyi berdecit nyaring, mobil itu melaju pergi.
Rey menghela napas panjang dan mulai berjalan di sepanjang totoar. “ Rey! Tungguin gue! “ Krissie berlari menyusulnya dan menjajari langkahnya.
“ Sebel banget gue sama tuh anak. Apa coba maunya nurunin sobat-sobatnya di jalan? Cuma gara-gara kesel dia nggak masuk nominasi top five cowok yang bakal dipacari Sasa... “
Rey termangu mendengar kata-kata Krissie. Krissie yang masih sibuk ngedumel tidak menyadari bahwa sejak tadi Rey berhenti melangkah dan tertinggal beberapa meter di belakangnya. Saat sadar ia membalikkan badan dan melihat senyum lebar di wajah Rey.
“ Ha? “ Krissie melongo. Dalam sejarah, baru kali ini temannya itu tersenyum selebar itu. “ Lo waras kan, Rey? “
“ Gue waras, waras banget malahan! Ha...ha...ha...! “ Tiba-tiba Rey tertawa lepas. Ia berlari dan memeluk Krissie erat-erat.
“ Woy...! Elo udah sinting ya?! Aduh...Rey! Apa-apaan sih elo? “ Krissie megap-megap tak bisa bernapas.
“ Ah...indahnya dunia. Yuk Kris, gue taktir elo. “
Starbucks ya? “
“ Boleh. “
Krissie tersenyum senang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar