REVENGE...
“ Sebel banget gue sama si cupu Sasa itu! “
Krissie memaki geram.
“ Sabar deh Kris.... Elo kira elo aja yang
kepengen nyakar mukanya sekarang? Nggak usah nambah-nambahin suasana panas
dong! “ Zero memperbaiki posisi tubuhnya.
“ Tumben badan elo nggak panas Zer? “ Rey
tersenyum sinis.
“ Gimana mau panas kalau suhu tubuh gue sekarang
udah hampir mendekati 100 derajat?! Brengsek elo! “ Zero mulai memaki.
“ Ih...kok elo bisa lolos sih Rey?! “ Krissie
memandang sebal pada Rey yang sedang tersenyum-senyum melihat kedua sahabatnya berjemur
di bawah terik sinar matahari siang itu.
“ Hmpfh! “ Rey menahan tawa saat Krissie hampir
kehilangan keseimbangannya. “ Elo pikir deh sekarang, Kris, mana ada guru yang
berani sama gue? Siapa coba yang bawa setengah lusin piala di ruang Kepsek? “
“ Ancrit elo! “ Rey hanya tersenyum jenaka
mendengar segala sumpah serapah yang selanjutnya sudah meluncur dengan mulus
dari mulut Zero.
“ Kak Rey! Beliin es dong...! haus nih! “
Krissie merengek sambil mengusap peluh di keningnya.
“ Emm...gimana ya? “ Rey
mengangkat tangan kirinya dan melirik jarum jam yang berputar disana. “ Wah,
sorry deh Kris, bentar lagi kelas Biologi gue dimulai! Gue cabut duluan ya?!
Met have fun aja deh! “ Rey terkikik dan langsung kabur sebelum telinganya
kemasukan kata-kata kotor makian dari para sahabatnya lagi.
“ Rey...!!! i’m gonna kill you...!!! “ Teriakan
Krissie melengking memantul di antara tembok-tembok beton SMA Prima Bhakti,
memecah keheningan siang hari itu.
Singkat aja nih ya ceritanya, setelah Sasa dan
Pak Reza menemukan bangkai busuk si Endra, mereka pun tak luput dari penegakan
keadilan yang dilancarkan Sasa di pagi hari itu.
“ Saya rasa kalian sudah tahu apa kesalahan
kalian. “
Rey, Zero dan Krissie berpandangan sejenak,
kemudian menggeleng berbarengan dan menjawab, “ Nggak tahu, Pak. “
“ Apa?!! Kalian ini mau lempar batu sembunyi
tangan rupanya?! “ Suara bariton Pak Reza bergaung di ruang BK yang sunyi
senyap. Hanya terdengar bunyi napas Krissie yang sebentar lagi mungkin terancam
asma.
Dia memang sudah sering terkena hukuman
bertubi-tubi dan mendengarkan ceramah yang panjangnya lebih tebal daripada buku
Harry Potter. Sehingga bisa dibilang ia sudah kebal.
Tapi siang ini beda man! Krissie ada kencan! Dan
elo pada tahu kenapa dia begitu panik dan terus mengusap-usap keningnya yang
berkeringat karena hawa panas yang menguar dari tubuh Pak Reza? Dia tuh beneran
takut kalau make-upnya luntur, guys...!!
Secara, pagi itu dia sengaja berdandan lebih
lama dirumah. Dari yang asalnya amburadul nggak keruan, dia jadi cantik jelita
bak seorang putri raja? Nggak percaya, lihat aja mahkota kecil yang bertengger
di kepalanya sekarang. Sebuah mahkota plastik yang ia beli dari abang-abang
penjual mainan di depan SD dekat rumahnya tadi sore.
Dan mau tahu siapa kencannya kali ini?
Tara...!! Christian Rynasta! Ketua OSIS SMA
Bhayangkari!
Ups! Sebenarnya ini bukan kencan sih.
Tapi...ssstt...penyelidikan. jadi ceritanya, Krissie bakal jadi mata-mata yang
ditugasin OSIS SMA Prima Bhakti siang itu buat nyelidikin rencana OSIS
Bhayangkari buat Festival Olahraga antar SMA mendatang.
Maklum deh, persaingan antar SMA sekarang ketat
banget. Jadi Prima Bhakti yang sudah menjadi musuh bebuyutan Bhayangkari selama
tujuh turunan anak cucu ini akhirnya memutuskan kalau Krissie, salah satu cewek
terngetop di Prima Bhakti bakal dikerahin buat istilahnya sih...menjebak
Christian Rynasta, agar sedikit membeberkan tentang jurus pamungkasnya bikin
rame SMA Bhayangkari selama Festival berlangsung.
Soalnya nih, SMA Bhayangkari, sekolah khusus
cowok itu, selalu menjadi SMA favorit dengan pengunjung terbanyak dalam segala
ajang acara-acara perayaan di sekolahnya.
Kembali ke ruang BK SMA Prima Bhakti. Sekarang
tarikan napas Krissie tiba-tiba naik satu oktaf. Serentak ketiga orang lainnya yang tak lain
dan tak bukan adalah Pak Reza, Rey dan Zero memalingkan kepala ke arahnya
dengan tatapan mata haus darah.
“ Heh! Brisik banget sih?! Bisa diem nggak?! “
bentak Zero ganas.
“ Sorry Zer, gue nanti ada janji sama Christian.
Elo inget kan? Gue nggak boleh kena hukuman supaya gue nggak pulang telat. “
Krissie megap-megap berusaha mencari udara segar.
“ Oh...tenang aja Miss Krissie, kamu nggak perlu
kencan hari ini kok.“
“ Shut up!
Are you kidding to me?! “ Krissie memekik histeris.
“ Ehem! Ada yang tahu dia lagi ngomong apa? “
Pak Reza yang memiliki kenangan pahit dengan nilai-nilai bahasa Inggrisnya
semasa sekolah berpaling pada Zero.
Zero menggelengkan kepala.
“ Rey? “
“ Saya rasa maksud Krissie dia nggak percaya
kalau Bapak menghalangi kencannya hari ini. “ Rey berdeham dan kemudian
tertunduk lagi. Cuma Rey yang sejak tadi kalem dan menunggu sidang ini berakhir
dengan tenang. Soalnya dia emang paling ogah ribut-ribut.
“ Pak, saya bisa dibunuh sama anak humas OSIS Pak, kalau saya berani membatalkan rencana mereka
siang ini! “ Krissie melotot tajam pada Pak Reza. Napasnya semakin memburu.
“ Oh...tenang
aja, kamu tinggal sewa pembunuh bayaran buat balik bunuh. “ Pak Reza berkata
tenang sambil berjalan kembali ke kursinya dan duduk santai.
“ Pak, mana bisa Krissie menyewa pembunuh
bayaran kalau dia udah kebunuh duluan? “ Zero bertanya lugu, membuat Pak Reza
meyentakkan kepalanya dengan ganas dan memandangnya tajam.
Rey hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah
laku teman-temannya.
“ Pak, saya rasa saya yang harus dihukum, karena
sayalah yang memiliki ide untuk mengerjai Endra. “ Rey mengajukan diri menjadi
tersangka.
“ Lha...! bener tuh Pak, emang Rey kok otak kriminalnya!
“ Krissie dan Zero menuding dengan tatapan sok innocence.
Rey melotot. Temen apa bukan sih elo pada?
Batinnya gemas.
“ Iya Pak...! Kalau mau menghukum, hukum aja
Rey! Dia kok yang ngusulin ide buat ngurung Endra di kamar mandi! “ kali ini
Zero yang bersuara.
Rey langsung berpaling cepat ke arah
sahabat-sahabatnya. Matanya memicing dan mulutnya terkatup rapat. Seakan-akan
dengan begitu ia bisa mengirimkan gelombang supersonik ke kepala dua temannya
yang super bego dan menulis pesan yang berbunyi, ‘ Elo semua bakalan tamat! ‘
“ Oh...saya nggak bakal ngehukum Rey. Siapa
nanti yang bakalan mengusung piala setengah lusin ke ruang Kepsek? “
Oh...ternyata Rey mengutip perkataan Pak Reza toh?
“ Yah...saya mau kok Pak. Saya kuat. Cuma
setengah lusin sih kecil... “ Zero menjentikkan ibu jari dengan jari
telunjuknya sambil memamerkan otot-ototnya di balik lengan seragamnya.
“ Bukan itu yang saya maksud, idiot! Yang saya
maksud disini, prestasi! Prestasi! “ Pak Reza mengulang-ulang kata itu,
seakan-akan dengan begitu murid-muridnya yang dongol itu akan mengerti dan
meraih prestasi mereka ketimbang bikin onar.
“ Oh...iya, iya. Saya udah tahu kok maksud
Bapak. “ Zero menggaruk-garuk kepalanya dan memandang cemberut ke sepatunya.
“ Jadi...hukuman apa yang sebaiknya Bapak
berikan kepada kalian...? “ Pak Reza mulai mondar-mandir di hadapan ketiga tersangkanya
sambil mengusap-usap dagunya.
“ Bersihin WC saya mau kok, Pak. “ Rey berkata.
“ Oh...tidak! apa jadinya saya nanti kalau saya
berani-berani menyuruh Tuan Muda buat apa? Ngepel WC?! Saya pasti langsung
digebukin seluruh guru di sekolah ini! “ Pak Reza menggeleng-geleng histeris.
Ia terdiam beberapa saat kemudian berhenti tepat
di hadapan Zero. “ Begini saja, Zero,
Krissie, kalian saya jemur di bawah tiang bendera dengan posisi hormat dan satu
kaki terangkat. “ Pak Reza berkata tegas.
“ Terus Rey? “ Zero bertanya heran.
“ Rey...bebas hukuman...! Surprise...! “ Pak
Reza berteriak lantang sambil mengangkat tangannya ke arah Rey. Rey hanya
meringis bingung.
“ Huu...!!! Gundulmu! “ Zero dan Krissie
berteriak geram.
Pak Reza tersenyum bego sambil menggaruk-garuk
kepalanya sebelum sadar apa posisinya. “ Apa kalian bilang?!! Cepat ke
lapangan...!!! “ amukannya membahana.
Zero dan Krissie langsung ngacir keluar pintu.
Dan...kalian tahu sendiri kan kelanjutannya.
___
Brak!!!
Hampir saja Rey tersedak baksonya mendengar
suara keras di sampingnya.
“ Elo mau bikin gue jantungan Zer?! “ makinya keras.
“ Brengsek elo Rey, ninggalin temen
seenak perut! “ Zero menjatuhkan dirinya di samping Rey yang masih deg-degan.
Seluruh pasang mata di kantin siang
itu mengamati mereka dengan rasa penasaran.
“ Kak Rey... beliin minum dong... “
tiba-tiba Krissie sudah tersungkur di hadapan Rey. Wajahnya pucat pasi dan
suaranya serak.
Rey jadi agak kasihan juga melihatnya.
Ia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke konter makanan.
Sebentar kemudian ia kembali dengan 4
gelas es jeruk di atas nampan. “ Nih, minum sebelum elo pada dehidrasi. “ ia
menyurukkan gelas pertama pada Krissie. Zero pun segera menyambar salah satu
gelas di atas nampan tersebut.
Glek, glek, glek! Degukan keras
terdengar dari tenggorokan Zero yang kini tengah menghabiskan setengah isi
gelas kedua.
“ Bener-bener dehidrasi elo berdua? “
Rey terkekeh geli.
“ Sialan lu. Temen pada sengsara malah
diketawain. “ Krissie mengumpat. Kemeja putihnya sudah basah oleh keringat dan
hampir transparan, membuat mata cowok-cowok semakin jelalatan.
“ Pake nih. “ tiba-tiba Rey
melemparkan jaketnya pada Krissie.
“ Buat apa? Gue nih hampir kebakar
tahu? Elo mau bikin gue mendidih? “ Krissie melemparkan kembali jaket abu-abu
itu pada Rey.
“ Nggak bego. Gue cuma nggak mau BH
Dora elo dilihatin sama seisi kantin! “ Rey mendengus kesal dan beranjak
bangkit dari kursinya kemudian menuju kasir di sisi kiri pintu keluar. Kantin
sekolah itu memang sudah benar-benar praktis.
“ Ups. “ Krissie mengedarkan pandang
dan meringis melihat begitu banyak mata yang memandangnya dengan penasaran.
Kemudian ia melayangkan pandangannya ke bawah. Ke arah dadanya. Benar saja.
Kain seragamnya yang tipis mulai terlihat transparan dan memperlihatkan bra bergambar
Dora favoritnya.
Segera saja ia menyambar jaket Rey dan
memakainya secepat mungkin, sementara Zero sudah hampir tersedak menahan tawa.
Dengan muka memerah, Krissie segera
berlari menyusul Rey yang sudah melewati pintu keluar.
Mereka berjalan menjauhi kantin menuju
taman sekolah. Jam istirahat siang memang ramai. Rata-rata murid di sekolah itu
sudah mulai nongkrong di taman yang memang sejuk dan rindang. Karena banyaknya
pepohonan yang menaunginya.
Terlepas dari gerahnya suasana siang
itu, juga dari otak yang sudah meleleh saking kerasnya mereka harus berpikir
untuk mengikuti pelajaran sepanjang hari itu, para siswa dan siswi saling
bercanda ria dan menikmati istirahat siang yang santai.
Krissie, Zero, dan Rey yang berjalan
memasuki taman tersebut menyita perhatian hampir seluruh murid yang ada di
situ.
“ Heran gue, kemana aja kita pergi
kayaknya kita nggak bisa lepas dari paparazzi ya? “ Krissie mendengus kesal.
“ Mau tahu alasannya? Tuh, lihat aja
kakak sepupu elo yang super heboh. “ Rey mengedikkan kepalanya. Otomatis
Krissie melihat Zero.
Cowok itu benar-benar mencolok dengan
rambut basah berkeringat, seluruh kancing seragam yang terlepas dari tempatnya
dan kaus dalam putih yang basah transparan oleh keringat.
Kalung rantai dengan liontin berbentuk
oval di dadanya terasa melengkapkan seluruh penampilannya yang wow! Zero memang
bukan cowok tercakep di sekolah itu. Lain dengan Rey yang alim dan teladan, ia
tipe pemberontak. Tapi, justru disitulah daya tariknya.
Walaupun ia terkenal bandel, sembrono,
dan pembuat onar yang jahil dan suka mengerjai murid lainnya. Tapi ia mendapat
semua sanjungan dari para murid yang kagum melihat kekuasaannya sebagai wakil
ketua OSIS di sekolah itu. Walaupun begitu, Zero tidak pernah menggunakan
kekuasaannya itu untuk bertindak sewenang-wenang. Ia menjahili hanya untuk
bercanda dan have fun.
Rambutnya yang coklat kepirangan
dikibaskannya dengan gaya yang sudah jelas dibuat-buat. Zero memang paling suka
menjadi perhatian orang. Ia memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celananya
dan mulai berjalan cool sambil tebar pesona.
“ Ah...indahnya hidup dimana semua
fansku berdiri setia. “ Zero mendesah.
Krissie memutar bola matanya dengan
muak sementara Rey tersenyum geli. Ia sendiri agak risih dengan segala
perhatian yang diberikan pada mereka. Rey bukannya tidak suka bergaul dengan
teman-temannya, tapi ia memang sudah terbiasa bersama Zero dan Krissie sehingga
sulit baginya jika harus berbaur dengan yang lain.
Belum tentu mereka sehati dengannya
seperti Zero dan Krissie. Rey yang sebagai anak ketua yayasan SMA Prima Bhakti
memang mendapat lebih banyak perhatian dari para guru juga keleluasaan untuk
berbuat di sekolah ini.
Dan hei...sampai lupa bilang, dia
Ketua OSIS SMA itu. Lengkaplah sudah kekuatan yang ia miliki untuk memperlakukan
sekolah itu seenaknya. Tapi Rey bukan tipe orang yang seperti itu. Ia lebih
suka menyendiri dan menundukkan kepala saat dipuji para guru.
Nilainya memang termasuk gemilang. Ia
selalu masuk 3 besar peringkat di sekolahnya. Seperti katanya tadi, ia sudah
membawa hampir setengah lusin piala ke dalam ruang kepala sekolah.
Beda dengan Krissie. Ia seorang Nona
muda anak pengusaha seperti Zero. Perusahaan mereka memang satu grup dan karena
kebetulan mereka saudara sepupu Krissie cenderung lebih suka bergaul dengan
Zero daripada anak-anak cewek yang katanya hampir semua centil.
Well...itulah mereka. Saking akrabnya
mereka disangka ngebentuk genk. Padahal mereka paling nggak suka disangka
ngegenk. Kayaknya akan ada semacam jarak di antara mereka dengan teman-teman
yang lain. Walaupun begitu mereka nggak nolak juga dapet julukan the darkness.
Kesannya kan keren gitu bagi mereka.
Krissie yang sampai duluan di salah
satu bangku taman. Sekumpulan cowok duduk disana sambil mengobrol santai. Saat
salah satu dari mereka melihat Krissie datang, mereka langsung menyingkir
dengan sopan.
“ See? Kita bener-bener raja disini. “
Rey mendengus kesal. “ Woi! Nggak usah pada pergi napa? Kita nggak gigit kok! “
Rey berteriak pada sekelompok cowok yang mulai menjauh tersebut.
Tapi mereka hanya berpaling dan
menggeleng sambil menundukkan kepala dengan sopan.
“ Terima aja lagi man... kita populer!
Kita pangeran dan putri disini! “ Zero tertawa dan menjatuhkan dirinya ke atas
bangku dan dalam sekejap sudah menaruh kepalanya di pangkuan Krissie yang sibuk
mengipas-kipaskan tangannya ke wajahnya yang memerah karena kepanasan.
Hancur sudah make-upnya. Zero
memainkan rambut panjang Krissie yang bergelombang dengan ujung jarinya.
Memilin-milinnya untuk kemudian tiba-tiba menariknya dan saat itu baru Krissie
menabok pipinya.
“ Well, gue nggak terlalu suka being
populer. Nggak kayak elo yang suka tebar pesona. “ Rey menghenyakkan dirinya di
samping Krissie.
“ Kak, panas nih, kipasin dong. “ Krissie
bergelayut manja pada Rey sambil menaik-naikkan kedua alisnya. Kesempatan
dikipasin nih. Batinnya senang. Ia tahu, Rey paling nggak tegaan ma cewek.
“ Hhh... “ Rey menghela napas panjang
dan mulai mengipasi wajah Krissie dengan buku yang dibawanya sementara Krissie
meletakkan kepalanya dengan nyaman di bahu Rey.
“ Gue tidur bentar ya kak, “ Krissie
menarik napas panjang dan memejamkan mata, membuat dirinya senyaman mungkin.
“ Elo pernah nggak Zer, berpikir buat
kadang-kadang misahin diri dari kelompok kita terus gabung sama anak-anak lain
yang kayaknya penasaran banget sama kehidupan kita? “ mata Rey menerawang ke
atas, ke arah dedaunan yang bergerak gemulai ditiup angin. Sinar matahari
perlahan menerobos sela-sela dedaunan.
“ Zer? Gue ngomong sama elo nih. “ Rey
mulai kesal karena dicuekin.
Zzzz... desah napas Zero yang keras
seketika membuatnya sadar bahwa dari tadi dia ngomong sendiri.
Dilihat dari arah manapun, posisi
mereka saat ini benar-benar patut dipertanyakan. Sebenarnya siapa dengan siapa
yang mempunyai hubungan khusus. Dengan kepala Zero di pangkuan Krissie dan
tangan Zero yang memeluk tangan Krissie di dadanya, atau kepala Krissie yang
bersandar nyaman di bahu Rey dengan tangan memeluk lengan Rey????
Well...mereka semua cuma temen kok.
Temen yang kelewatan. Kalau sudah begini, para penggemar Zero, Rey maupun
Krissie langsung bungkam dan hanya mampu menekuk wajah melihat keserasian
mereka yang seperti lukisan.
Rey mendengus kesal dan memilih untuk
menyandarkan kepalanya pada kepala Krissie dan menyusul kedua temannya ke alam
mimpi.
Nah...kalau sudah gitu tuh, nggak akan
ada yang berani ganggu mereka. Para fans yang sibuk memanfaatkan momen ini cuma
buat memfoto pose tidur mereka, atau sekedar mencuri kesempatan untuk menyentuh
rambut, sepatu, atau pakaian mereka harus bergerak dan bekerja sepelan mungkin
agar tidak menimbulkan bunyi apapun yang dapat mengganggu kedamaian para
malaikat penjaga sekolah, begitulah julukan mereka pada tiga orang konyol yang
akan melewatkan jam pelajaran terakhir buat tidur siang.
___
“ Hm...gue jadi pengen balas dendam
nih. “ Krissie menggumam tak jelas. Rey nyuekin. Sedangkan Zero sibuk melatih
kemampuan nge-drumnya.
Sore hari yang cerah, burung berkicau
dan ayam berkotek. Mereka sedang nongkrong santai di rumah Rey sore itu.
Kegiatan rutin mereka setiap sore. Soalnya, menurut mereka tempat nongkrong
paling enak emang di rumah Rey. Daripada nongkrong di mall atau cafe, atau
parahnya lagi di pinggir jalan.
Alasan mereka yang pertama, Rey itu
Tuan muda, jadi mereka bebas mau ngapain aja disana. Kedua, daripada di mall
atau cafe, mereka lebih suka makan-makan atau ngemil di rumah Rey. Soalnya
makanan dan minumannya lebih lengkap.
Maklum deh, Rey kaya banget. Rumahnya gede,
halamannya juga luas. Rumah bercat putih itu hampir menghabiskan 1 hektar
tanah. Halaman depannya luas, tepat di depan rumah ada sebuah air mancur dengan
kolam bulat di bawahnya. Membentuk jalan lingkar dengan kerikil dan pasir
halus. Di sisi lain jalan tersebut terhampar taman dengan beraneka ragam bunga.
Di sebelah kanan terdapat sebuah labirin mungil dengan pagar tanaman setinggi
pinggang.
Sedangkan taman sebelah kirinya lagi
berdiri sebuah rumah kaca. Tempat Mama Rey menghabiskan hampir seluruh harinya.
Beribu-ribu jenis tanaman hias ada disana. Mama Rey memang penggila berkebun,
ia rela mengeluarkan berjuta-juta uang hanya untuk memesan tanaman dari luar
negeri.
Di halaman bagian samping kiri,
terdapat sebuah kolam renang dengan seluncuran setinggi 5 meter yang
meliuk-liuk dengan ujung yang satu di balkon kamar Rey yang memang menghadap ke
arah kolam renang dan ujung satunya lagi di bagian selatan kolam. Ada sebuah
tangga yang menghubungkan balkon tersebut dengan teras di lantai satu.
Di sekitar kolam terdapat jamur-jamur
dengan atap ilalang sebagai tempat bernaung yang di bawahnya disediakan
kursi-kursi mungil. Sedangkan di teras yang menghadap ke kolam renang di lantai
satu, ada satu set peralatan nge-band pribadi milik Rey. Ruangan itu terhubung
langsung dengan ruang keluarga yang dibatasi dengan pintu geser dari kaca.
Halaman belakang yang lebih luas yang
ditumbuhi pohon-pohon cemara besar menjadi semacam tempat piknik yang nyaman.
Juga merupakan tempat yang cocok untuk pesta-pesta yang sering diadakan
keluarganya.
Bagian kanan rumah tersebut ada sebuah
kebun sayuran yang sekali lagi, dikelola secara pribadi oleh Mama Rey dengan
bantuan beberapa tukang kebun. Hampir setiap hari Rey makan makanan organik.
Zero dan Krissie sering mengejeknya
kayak kambing. Makanannya ijo-ijo mulu. Tapi Rey lebih suka sayuran daripada
daging, mungkin karena sudah terbiasa.
Tiba-tiba Krissie sudah berdiri di
ujung seluncuran di balkon kamar Rey. Ia merengut karena sejak tadi dicuekin
Rey yang sibuk baca novel dan Zero yang rame sendiri dengan stik drumnya karena
sudah bosan bermain gitar.
Krissie duduk di atas seluncuran dan
mendorong tubuhnya maju sehingga langusng meluncur mulus dan masuk ke kolam
renang dengan deburan keras air yang langsung nyiprat kemana-mana.
Ia memang sengaja menceburkan dirinya
keras-keras. Air yang berhamburan ke pinggir kolam tersebut mengenai buku Rey
dan wajah Zero.
“ Krissie! Gila elo! Bisa rusak nih
semua peralatan mahal. “ Dengan kesal Zero meletakkan stik drumnya, ia berjalan
hingga ke pinggir kolam dan berkacak pinggang pada Krissie yang masih cemberut.
“ Sorry ya, elo ngomong sama gue? “
Krissie keluar dari kolam renang dengan tampang ketus. Tubuhnya yang basah
terbalut bikini putih terlihat bersinar di bawah sinar matahari sore.
“ Elo cari gara-gara sama gue?! “ Zero
mencengkram wajah Krissie dengan tangannya.
“ Halah hendiri hari hadi dihomongin huek
haja. “ suara Krissie tidak jelas dengan tangan Zero mencengkram pipinya.
“ Ha? Ngomong apaan elo? Human speak
please? “ Zero semakin bersemangat menyiksa Krissie.
“ Eh Kris, maksud elo apaan sih? Basah
nih novel gue! “ Rey menghampiri mereka berdua sambil mengelap kacamatanya yang
basah. Mata Rey memang sudah minus satu karena hobi membacanya yang di atas
normal itu.
Ia bahkan sudah mempunyai perpustakaan
pribadi di rumahnya. Dengan rak penuh buku yang menjulang dari langit-langit
sampai ke lantai.
“ Iya nih, rese banget nih anak.
Enaknya diapain nih Rey? “ Zero mengerling jahil.
“ Gue ada ide. “ tiba-tiba Rey sudah
membopong tubuh Krissie yang langsung berteriak kaget. Zero segera tanggap dan
membantu Rey.
“ Waa...!!! turunin! “ Krissie
memberontak. Tapi tubuhnya yang mungil itu tidak berarti apa-apa di tangan Zero
dan Rey.
“ Satu... “ Rey dan Zero menghitung
berbarengan.
“ Dua...tiga..!!! “ Byur!!! Mereka
melempar tubuh Krissie ke dalam kolam renang. Airnya langsung menggelegak dan
bercipratan kemana-mana, juga membasahi kaus Rey dan Zero.
Rey langsung membuka kausnya,
memperlihatkan otot-ototnya yang kokoh dan kulit putihnya. Ia berjalan sedikit
menjauhi kolam, memutar tubuhnya, mengambil ancang-ancang, berlari dan
melemparkan tubuhnya ke dalam kolam. “ Wuu...!! “
Byur! Sekali lagi air bermuncratan
kemana-mana. Zero menyusul kemudian. Jadilah mereka akhirnya ciprat-cipratan
air. Sasarannya tentu saja Krissie yang sekarang sudah megap-megap kehabisan
napas. Ia berjuang meraih tepian kolam di antara cipratan air di sekelilingnya,
yang sebagian masuk ke hidung dan telinganya.
Akhirnya setelah perjuangannya yang
tak mengenal lelah, Krissie mencapai tepi kolam dan menghela dirinya naik. Ia
bergegas mengambil napas.
“ Gila elo semua?! Mau bikin gue
mati?! “ Krissie berseru ngamuk.
“ Ha...ha...ha...! “ mereka hanya
tertawa melihat Krissie membuka tutup mulutnya sambil terbatuk-batuk.
“ Gue pulang! “ Krissie menghentakkan
kakinya dan membalikkan tubuhnya menuju pintu kaca.
“ Wait...!! Eh Kris! Tunggu dong! Gitu
aja ngambek! “ Zero kalang kabut dan bergegas menyusul Krissie. Ia mengangkat
tubuhnya dari dalam kolam dan menahan tangan Krissie.
Bisa berabe kalau Krissie nantinya
ngadu ke bokapnya, pasti Zero kena marah sama Papinya.
“ Eh...please deh... elo nih nggak
asyik banget sih! Jangan ngambek dong! Kita kan cuma ngebales elo. “ Zero
berseru gusar.
“ Bales nggak gitu caranya. Nih! “
tiba-tiba Krissie mendorong tubuh Zero yang kebetulan masih berdiri di tepi
kolam hingga terjatuh lagi dengan suara ceburan yang keras.
Rey yang melihat tingkah laku
teman-temannya hanya tertawa terbahak-bahak.
“ Oke, oke, gue ngaku kalah! “ Zero
berkata megap-megap.
Krissie menaikkan sebelah alisnya dan
tersenyum penuh kemenangan.
“ Sekarang gue tanya, elo tadi minta
apa sih kok sampai rese gitu? “ Rey berbicara. Ia sudah mengambil handuk dan
mengelap tubuhnya yang basah.
Krissie duduk di samping Rey dan
merengut. “ Gue tadi bilang, gue pengen bales dendam. “ sahut Krissie datar,
dingin dan dalem.
“ Elo masih belum kapok rupanya
dihukum? “
“ Semua itu sih nggak seberapa sama
rasa sebel gue! “ akhirnya cewek mungil itu meledak marah.
“ Eh, eh, tunggu dulu, elo kayaknya
ada dendam pribadi nih ma tuh cupu? “ Zero bergabung dengan mereka.
“ Emang! “ seru Krissie menggebu-gebu.
“ So... “
“ Jadi, gini nih ceritanya... “
“ Hei, gue Krissie. “ Krissie mengulurkan tangannya pada Sasa yang sibuk
mengutak atik mikroskopnya dan tidak menggubrisnya.
“ Gue tahu. “ jawab Sasa singkat, padat dan jelas.
“ Oh... emm...tugasnya apa nih? “
Siang itu ada praktek Biologi buat Krissie. Entah bagaimana ia bisa
mendapatkan Sasa, si cupu sebagai partner labnya.
Apalagi dia belum mengenal tuh cewek. Maklum, Sasa pendiam dan cenderung
suka menyendiri, atau Krissie saja yang tidak pernah berusaha mengenal
teman-teman sekelasnya.
Krissie pun mengangkat sudut bibirnya dan menyeringai. Batinnya di dalam
hati, ‘sok banget nih anak?’
“ Elo bisa megangin kodoknya waktu mau kita bedah nanti. “ jari Sasa
menuding sebuah kotak kaca berisi kodok berwarna hijau kecoklatan. Matanya
tetap tak lepas dari lensa mikroskop sambil tangannya bergerak menggambar apa
saja yang dilihatnya.
Krissie meringis. “ Gue...megang kodok itu? Euuyy... “ Ia bergidik ngeri.
“ Kenapa? Nggak mau? Atau elo lebih pengen bedah perutnya dan misahin
organ-organnya? “ baru kali ini Sasa mengalihkan wajahnya pada Krissie. Krissie
cukup terkejut karena di balik kacamata dan rambut Sasa yang terkepang satu di
belakang, ada segurat wajah manis yang sedang menatapnya tajam. Mengisyaratkan,
“ mau protes elo? “
“ Ups, no, thanks. “ Krissie berusaha keras menahan mual dan duduk di
samping Sasa.
“ Yup, anak-anak! Waktunya membedah...! “ Pak Gogon bertepuk tangan dua
kali dan berteriak lantang.
“ Eeuyy...please deh... “ Krissie memalingkan wajahnya dan memandangi kodok
di dalam kotak kaca yang masing-masing terdapat di setiap meja praktikum.
Kodok itu seperti balas menatap dan menantang Krissie. Perutnya kembang
kempis.
“ Nunggu apaan sih elo? Cepet ambil kodoknya, kita ketinggalan tuh! “ Sasa
berseru gemas. Krissie merengut dan mengedarkan pandangan ke sekeliling
laboraturiom. Benar saja, murid-murid lain sudah memulai praktikumnya.
Diam-diam Krissie merutuki Maminya di dalam hati, yang telah menyuruhnya
mengambil kelas Biologi.
“ Iiihh... “ Krissie membuka kotak kaca itu dengan teramat sangat
hati-hati.
“ Cepetan dikit napa? “ Sasa mulai menyiapkan alat-alat yang akan
digunakan. Krissie hanya mendengus kesal dan menggerutu pelan.
“ Euuyy... mandi kembang tujuh rupa ntar gue sampe rumah. “
“ Eh, elo mau mandi pake kembang tujuh rupa kek, pake lumpur lapindo kek,
gue nggak peduli. Yang gue peduliin disini cuma nilai praktikum gue. “ sahut
Sasa ketus.
Hhh...mimpi apa gue semalam dapat partner kayak gini? Krissie membatin
kesal dalam hati.
Ia memegang tubuh kodok itu di tangannya sambil mengernyit jijik saat kodok
itu menggeliat pelan.
Tiba-tiba, kodok itu melompat ke dadanya. “ Kyaa....!!! “ Krissie menjerit
histeris. Ia melompat kesana kemari. Tangannya mengibas tak tentu arah sambil
tetap menjerit-jerit panik.
“ Hmpfh! Ha...ha...ha...!! “ Sasa tertawa keras melihat kepanikannya.
Diikuti seluruh murid di ruangan itu.
“ Tenang anak-anak! Krissie! Sedang apa kamu?! Jangan main-main ya kamu! “
Pak Gogon membentak galak.
Krissie masih tidak berani menangkap kodok yang masih setia bertengger di
kerah jas lab-nya.
“ Would you help me?! “ Krissie berteriak marah pada Sasa yang hanya
memandanginya sambil tertawa terpingkal-pingkal.
“ Ha...ha...hmpfh! No, thanks. Gue juga jijik kok. “ Sasa tersenyum menahan
tawa.
“ Kya! “ Krissie menjerit terkejut saat tiba-tiba kodok itu meloncat dari
dadanya ke atas meja praktikum dan bertengger nyaman.
Sasa melihat ada kemungkinan kekacauan. Ia hampir menerkam kodok tersebut
saat kodok itu tiba-tiba berloncatan kian kemari menabrak tabung erlenmeyer,
mikroskop dan seluruh peralatan di atas meja dan menghempaskannya ke lantai
dengan bunyi kerompyang keras.
Dalam sedetik, ruang itu hening. Krissie mendesah lega saat mengetahui
nyawanya tak lagi terancam.
Tiba-tiba, geraman keras membahana di ruangan tersebut. Sasa dan Krissie
menoleh ngeri ke arah Pak Gogon yang wajahnya sudah merah padam karena marah.
“ Krissie Marchentia! Ferisa Adryanisea! Detention! “
Yah...begitulah akhirnya. Mereka berdua dihukum skorsing dari kelas Biologi
selama satu minggu dan diharuskan membersihkan ruang laboratorium sehabis
praktikum hari itu.
Bayangin aja, membersihkan sisa-sisa pembedahan katak. Wooeekksss...!!
Malam itu Krissie kena flu perut. Bolak-balik kamar mandi dengan perut serasa
dikocok-kocok
“ Gue nggak bakal lupa hari itu. “
Krissie menggeram kesal.
“ Hmpfh! Ha...ha...ha...!! “ Zero dan
Rey tertawa terbahak-bahak setelah mendengarkan penuturan panjang lebar dari
Krissie.
“ Brengsek elo pada! “ Krissie
menonyor kepala Zero keras-keras.
“ Oke, oke, so, that’s why you want to pay back? “ Rey menahan tawa.
“ Yes,
that’s all the reason. “ Krissie mendengus.
“ Sorry nih Kris, bukan maksud ngehina
elo nih ya, tapi, elo sendiri yang bego. Kenapa elo nggak nangkep kodok itu
sebelum dia ngelompat ke meja? “
“ Hello...Zero? What part of your brain that is so stupid?! Gue kan jijik banget
sama tuh makhluk! Euuyy... “ Krissie bergidik ngeri mengingat hari paling
menyebalkan dalam hidupnya tersebut.
“ Oke, oke, serius nih. Jujur ya, gue
juga sebel sama tuh cupu. Dia emang sok banget kok! “ kali ini malah ganti Zero
yang menggebu-gebu. Ia mulai mencak-mencak di lantai.
Rey dan Krissie berpandangan heran.
“ Pokoknya, kita luncurkan acara balas
dendam kita! Kita mulai penyelidikan, kita mata-matai dia, kita cari
kelemahannya, kemudian kita hancurkan dia! Hua...ha..hatci...!! “
Krissie dan Rey mengangkat sudut
bibirnya dan melontarkan pandangan cengo.
“ Uh...sial! padahal gue mau ketawa
serem, biar kayak penjahat-penjahat di TV gitu. Malah akhirnya bersin! “ Zero
mengelap ingusnya.
Krissie mengernyit jijik. “ Oke, enough, siapa yang ikut?! “ Ia
mengulurkan tangannya ke depan dengan telapak tangan menghadap ke bawah.
“ Pastinya... “ Zero menumpangkan
tangannya di atas tangan Krissie.
Rey memutar bola matanya dengan sebal.
“ Whatever. “ Ia menyambar handuknya
dan masuk ke dalam rumah.
“ Woi! Rey! Awas lu ya! “ kedua
sahabatnya berteriak-teriak heboh.
___
“ Naruto memanggil Sasuke. Sasuke
masuk! Roger. “
“ Sasuke masuk. Ada perkembangan? Roger.
“ Rey yang mendapat peran sebagai Sasuke siang itu tengah berdiri di pinggir
gerbang sekolah menunggu Sasa.
Bel pulang sudah berbunyi sejak lima
belas menit yang lalu. Tapi Sasa tak kunjung muncul.
“ Target terlihat. Orochimaru arah jam
2. bersiaplah. Roger. “
Rey mengalihkan pandangan ke arah yang
dikatakan Zero. “ Target terlihat. Siap menyerang. Roger. “ Rey menghela napas
dan memasukkan walkie talkie yang baru saja dibeli Zero kemarin sebagai keperluan mata-mata.
Sejak tadi ia berdiri bersandar di tembok
gerbang menunggu kemunculan Sasa. Sedangkan Zero sendiri bersembunyi di balik
tong sampah di seberang jalan depan gerbang.
Rey merasa sangat bodoh terlibat dalam rencana
konyol teman-temannya. Ia melihat Sasa berjalan ke arahnya dengan langkah
gemulai.
Sementara itu, Sasa yang tidak tahu bahwa
dirinya sedang diincar dan dijadikan target no.1, sebagai orang yang paling
tidak diinginkan, berjalan santai menuju gerbang sekolah.
Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang saat
dilihatnya seseorang berdiri di tengah gerbang, tersenyum ke arah dirinya. Ia
memalingkan wajahnya kesana kemari, seperti meyakinkan diri bahwa orang itu
memang sedang tersenyum padanya.
Nih anak, beneran lemot atau gimana sih? Rey
membatin dongkol dalam hati. Matahari terasa terik menyengat dan membuat
kesabaran Rey hampir habis. Tapi ia tetap memasang senyum mautnya. Ia
melambaikan tangan pada Sasa, mengisyaratkan cewek itu untuk mendekat.
Saat ia menyadari bahwa memang dirinyalah Sasa
menatap cengo pada Rey dan menuding dirinya sendiri sambil melayangkan
pandangan penuh tanya. Rey mengangguk-angguk.
Gue semakin pengen bunuh nih cewek. Pikirnya
benar-benar kesal. Tapi senyumnya masih terukir indah, walaupun otot-otot
pipinya mulai pegal.
Sasa berjalan perlahan dipenuhi keraguan ke arah
Rey. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Rey tersenyum ramah kepadanya dan
ingin berbicara dengannya.
Maklum saja, seumur-umur, Rey belum pernah satu
kalipun berbicara padanya, walaupun mereka sama-sama pengurus OSIS. Rey selalu
hanya memandanginya dengan penuh tanya. Mungkin penampilan dan raut wajah Sasa
memang patut dipertanyakan.
Langkahnya semakin melambat saat ia berpikir
bahwa tidak mungkin Rey mau berbicara dengannya.
Sementara Rey masih tetap tersenyum, tapi sorot
matanya sudah haus darah melihat kelambanan Sasa.
“ Ka...kakak manggil saya? “ Sasa menundukkan
wajah dan bertanya takut-takut saat jaraknya dengan Rey sudah 1 meter.
Rey melangkah mendekat, tapi Sasa malah mundur.
Dalam hati Sasa, ia merutuki kebodohannya karena terlihat bersikap kurang ajar
di depan penguasa nomor satu di
sekolahnya.
Rey yang paham kalau Sasa ingin menghindar
akhirnya menghentikan langkah kakinya dan memandang wajah Sasa yang tidak
terlalu terlihat karena kepalanya menunduk. Apalagi postur tubuh Sasa yang
mungil, mirip Krissie membuat Rey harus menunduk saat memandanginya.
“ Elo...yang namanya Ferisa Adryanisea,
sekretaris OSIS, zodiak Pisces, golongan darah A, tanggal lahir 13 Maret 1993,
iya kan? “
“ Ha? “ Sasa ganti melongo.
Rey menepuk kepalanya dan mengutuki dirinya yang
tolol. Kenapa ia sampai menyebutkan profil Sasa yang diberikan Zero padanya
kemarin. Sasa pasti
menganggapya stalker. Ia menggeram
lirih dan memalingkan wajahnya lagi pada Sasa.
Kali ini ekspresinya sudah berubah lagi. Ia
tersenyum lembut. “ Sorry, gue bikin elo takut ya? “
Sasa menggeleng pelan. Seluruh rasa takutnya
seakan menguap begitu saja melihat kebodohan Rey barusan.
“ Maklum, gue kan ketua OSIS, jadi gue suka
mempelajari profil siswa dulu sebelum ngajak mereka kenalan. “ Sasa hanya
mengangguk-angguk.
“ Kakak...Aviano... “
“ Reyafizta. Iya, itu gue. Panggil aja Rey. “
potong Rey cepat. Membuat kegugupan Sasa balik lagi.
Sasa sadar bahwa sejak tadi ia memandangi Rey
dengan tatapan memuja dan terpesona. Ia langsung menundukkan kepalanya lagi.
“ Ma, maaf, ada apa ya? “ tanya Sasa
takut-takut.
“ Ha...ha...ha..! Tenang aja kali, gue nggak
bakal gigit elo kok. Gue cuma pengen ngajak elo pulang bareng. “ sekarang Rey
benar-benar terhibur dan mulai menikmati tugas yang diberikan Zero padanya itu.
“ A, apa? “ Sasa mengangkat wajahnya dan
memandang kaget pada Rey. Deg! Jantungnya langsung mencelos dan serasa hampir
jatuh hingga ke ujung kaki saat tanpa sengaja pandangan matanya bersirobok
dengan mata Rey.
Tiba-tiba ia merasa lututnya mendadak lemas.
Seorang Rey, ketua OSIS sekolahnya yang paling dipuja seluruh cewek di sekolah
ini mengajaknya pulang bareng?! Sasa hampir terjatuh, tapi dengan sigap Rey
menangkapnya dan memeganginya.
“ Elo nggak apa-apa? “
“ T, t, thanks. “ Sekarang wajah Sasa memerah
menyadari kebodohannya.
Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya dan
melihat beberapa anak yang sedang berjalan menuju gerbang menatap mereka dengan
penuh rasa ingin tahu. Sasa menundukkan wajahnya, malu.
“ Maaf, saya rasa saya nggak bisa. Saya... “ sekali
lagi ia memandang takut-takut ke sekelilingnya. Dilihatnya kerumunan cewek
memandanginya dengan tatapan tajam di kejauhan. Sasa mengenalinya sebagai genk
‘Ratu’. Dengan ketua cewek modis and glamour bernama Princess yang benar-benar
menganggap dirinya Tuan Putri di sekolah ini.
Sasa juga mendengar bahwa banyak anak kelas satu
yang mendapat masalah karena berbicara dengan Rey, idola mereka. Sekali Sasa
melirik ke arah mereka. Kali ini ia melihat Princess yang mengerutkan kening
dan bibirnya melihat kedekatan Sasa dengan Rey.
Wajah Sasa memerah saat ia sadar bahwa sejak
tadi tangan Rey masih memegangi lengannya. Ia mendongak dan berusaha melihat
raut wajah cowok itu. Wajahnya berada di balik bayang-bayang wajah Rey yang
menghalangi sinar matahari.
Terlihat sedikit kecemasan di balik matanya yang
menatap Sasa dengan tajam. Gurat wajahnya masih selembut tadi.
“ Maaf, saya harus pergi. “ Sasa cepat-cepat
menundukkan kepalanya dan melepaskan lengannya dari tangan Rey. Ia berlari
secepat yang ia bisa. Dan dalam sekejap menghilang di balik gerbang.
Rey hanya mampu memandang bingung melihat
keanehan Sasa. Terdengar suara Zero yang memaki-maki dari walkie talkie di
sakunya. Tapi mata Rey masih menatap sisa-sisa kepergian Sasa. Matanya tak mau
lepas dari tempat Sasa menghilang barusan.
Ia tersenyum kecil. Sepertinya ia bakal menyukai
tugas dari Zero kali ini. Memori di kepalanya memutar cepat saat-saat tadi,
saat mata Sasa menatapnya penuh pesona dan saat ia melihat ketakutan di balik
mata itu. Ia merasa ingin menghilangkan perasaan itu dari gurat wajah Sasa. Ia
benar-benar ingin melakukannya dan ia tidak tahu kenapa.
“ Naruto memanggil Sakura! Sakura! Cepat masuk!
“
“ Iya, iya? Apaan sih? “ terdengar suara Krissie
di seberang sana tak sabar. Ia kebagian tugas mengawasi rumah Sasa. Sejak tadi
ia terus bersembunyi di balik pohon di seberang jalan rumah bertingkat
tersebut.
“ Target lolos, Orochimaru pergi ke arahmu!
Cepat bersiap! “
“ Hah?! Oke! Siap kapten! “ Zero mendesah dan
menghela napas berat. Ia bangkit dan keluar dari tempat persembunyiannya.
Rey tampak berjalan ke arahnya. “ Eh, bego
banget elo Rey?! Kenapa elo biarin target kita lolos?! “
“ Ah, sebodo amat. Lagian Krissie udah siap kan?
“ Rey menjawab acuh tak acuh. Otaknya masih sibuk berpikir, kenapa ia merasa
sangat penasaran dengan Sasa sekarang.
Akhirnya, dengan hujan gerutuan dari Zero,
mereka berdua berjalan pulang menyusul Krissie.
Sementara itu, ada seseorang lagi yang mengincar
Sasa.
“ Brengsek banget tuh anak Princ! “ Mami, salah
satu anggota genk Ratu mengumpat.
“ Easy genk...she’s not just done, she’s well
done. “ Princess menyeringai dingin. Ia mengibaskan rambutnya yang panjang bergelombang
dan tersenyum lebar. Senyum kejam.
Anggota genknya yang lain tersenyum puas
mengetahui pemimpinnya tidak tinggal diam melihat tingkah laku anak kelas 1
yang mereka anggap sok.
___
Sementara itu, di depan rumah Sasa, Krissie
masih sabar menunggu kemunculan Orochimaru.
Beberapa saat kemudian, ia muncul. Krissie mulai
melihatnya di ujung belokan. Gadis berseragam SMU yang berlari-lari kepayahan.
Tas gendongnya bergerak naik turun di punggungnya.
Krissie menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia mulai
keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan menuju gerbang rumah Sasa,
berdiri disana menyongsong kedatangan Sasa.
Sasa berhenti mendadak begitu jarak pandangnya
cukup jelas untuk mengetahui siapa cewek cantik dengan payung putih yang
berdiri di depan rumahnya. Dengan napas masih terengah-engah karena ia berlari
dari sekolah sampai ke rumahnya, Sasa mendekati Krissie.
“ Hh...hh...hh...Krissie? Hh... “ Sasa
ngos-ngosan dan bicara terbata-bata.
Krissie bermaksud tersenyum, tapi ia hanya
meringis. “ Hei Sa, “ sapanya singkat. Dilihatnya gadis itu sudah benar-benar
hampir pingsan. Wajahnya sudah hitam merah antara kepanasan dan kelelahan.
“ Hei...Kris... sie. “ tubuh Sasa limbung dan
jatuh ke depan. Hampir saja Krissie telat bertindak dan membiarkan wajah Sasa
mencium aspal dan membuat hidungnya patah.
Tapi dengan cepat ia menangkap tubuh Sasa
walaupun ia sendiri ikut terjatuh dengan bokong lebih dulu.
“ Auw! “ Krissie mengerang kesakitan saat
bokongnya mencium aspal. “ Sialan nih anak. Bikin gue apes mulu bawaannya. “
Krissie berusaha bangkit dan memapah Sasa menuju gerbang rumahnya.
Ia membunyikan bel secepat dan sesering yang ia
bisa. Tak lama kemudian, seorang wanita separuh baya keluar dan membukakan
gerbang.
“ Oh my God, Sasa! “ Mami Sasa mencelos melihat
anaknya terkulai tidak berdaya di pelukan Krissie.
“ Emm...met siang Tante, Sasa dehidrasi dan
pingsan di depan rumah nih. “ Krissie meringis lagi. Mami Sasa memandanginya
dengan pandangan ingin tahu.
Nih Ibu sama aja sama anaknya, bikin sebel!
Krissie memaksakan senyuman tetap menghiasi wajahnya yang tampak mulai
kepayahan menahan berat tubuh Sasa.
“ Oh...temennya Sasa ya?! Kenalin, saya Maminya
Sasa. “ Dengan antusias ia mengulurkan tangan kanannya. Dan dengan susah payah Krissie
menjabatnya sambil masih menahan tubuh Sasa agar tidak terjatuh.
“ Krissie Tante. Emm...saya udah nggak kuat nih.
Tolongin dong... “ Krissie memohon dengan teramat sangat. Kalau saja Maminya
sedang tidak ada disini, mungkin Krissie sudah membiarkan Sasa terjatuh ke atas
aspal yang panas karena terik sinar matahari atau kalau perlu, ke dalam selokan
di depan rumah Sasa sekalian.
“ Oh iya, ya ampun...i’m so sorry. “ Mami Sasa
segera membantu Krissie memapah tubuh lunglai anaknya ke dalam rumah.
Krissie mengedarkan pandang saat melewati
halaman rumah tersebut. Mirip sekali dengan rumah Rey walaupun dalam versi
kecilnya. Taman bunga tertata rapi di depan teras rumah, dengan jalan lebar di
bagian samping kanannya yang mengarah langsung ke garasi.
Tanaman hias tumbuh subur dan rimbun. Ada juga
kolam ikan di bagian pojok halaman dengan air terjun kecil di pojoknya. Sekilas
ia melihat kebun sayur di samping rumah tersebut.
Saat ia mulai melangkahkan kaki ke teras,
ternyata teras tersebut juga dipenuhi berbagai macam tanaman hias. Ada sebuah
jambangan besar di pojok teras tepat di samping pintu berisi teratai air besar.
Tanaman gantung juga menjulur dari pot yang
tergantung di langit-langit di tepi teras.
“ Wah, rumahnya asri banget. “ Tanpa sadar
Krissie berucap.
“ Ah...iya, terima kasih Kris. Tante memang
paling suka sama tanaman. “ Mami Sasa tiba-tiba menyahut.
“ Saya rasa saya kenal orang yang mirip dengan
Tante. “ Krissie terkekeh mengingat Mamanya Rey yang sangat terobsesi dengan
tanaman hias.
“ Oh ya? Wah, kapan-kapan boleh dong Tante
dikenalin sama kenalan Krissie. Siapa tahu bisa berbagi pengalaman atau
tukar-tukaran tanaman. “
“ Iya, Tan. “ Krissie tersenyum sopan sekarang.
Ia sendiri heran, kenapa suasana hatinya berubah
secepat ini begitu memasuki rumah Sasa. Mungkin pengaruh dari kesejukan dan
ketentraman di rumah Sasa.
“ Taruh disini saja, Kris. “ Mami Sasa
mengarahkan Krissie ke arah sofa di ruang keluarga.
Sejak masuk tadi Krissie tidak terlalu
memperhatikan. Tapi setelah tubuh Sasa dibaringkan di sofa dan ia duduk di sofa
lain, sambil memijat-mijat bahunya yang pegal, baru Krissie menyadari apa yang
aneh dari rumah itu.
Serba hijau!! Tembok bercat hijau, sofa hijau,
meja hijau, TV berbingkai hijau, rak hijau, figura hijau, gorden hijau, lampu
kristal gantung hijau. Sampai Krissie yakin rumah itu lumutan!
“ Emm...rumah yang unik, Tante. “
“ Oh...thank you. Tante memang green lover. “ baru
kali ini Krissie memperhatikan penampilan dan gaya bicara Maminya Sasa dan itu
membuatnya lebih stres dari sebelumnya.
Wanita itu memakai sebuah dress putih bermotif
dedaunan yang yeah...lagi-lagi hijau. Sebuah kalung manik-manik besar
tergantung di lehernya dan berwarna tebak apa pemirsa...?
Hijau!
Begitu pula dengan anting-anting emas putih
dengan kristal berbentuk daun semanggi berwarna hijau. Krissie masih heran,
kenapa tidak sekalian rambutnya dicat hijau? Biar kayak burung kutilang
sekalian.
“ He...he...kelihatan banget Tante. “ Krissie
nyengir nggak jelas.
“ Oh...sebentar ya, kita harus bangunin Sasa
dulu. “ Tante itu bergegas berjalan menuju bagian belakang rumah, yang menurut
Krissie dapur.
Tak lama kemudian ia kembali dengan sebuah
nampan berisi teko kristal dan gelas-gelas kristal. Teko itu berisi cairan
hijau yang langsung membuat Krissie bergidik. Membayangkan rasanya.
“ Well...please have a delicious spinach juice.
“ ia berkata riang dan menyerahkan sebuah gelas kristal pada Krissie kemudian
mengisinya dengan cairan hijau kental tersebut.
Hold on! What was she said? Spinach juice?!
Euuyy...!!
Krissie menelan ludah dan menatap gelas di
tangannya. “ Jus...bayam Tante? “ tanya Krissie hati-hati.
“ Oh...yes, yes, real good taste! Try it. “ Mami
Sasa masih terus tersenyum lebar dan menawarkan jus bayam yang langsung dapat
dipastikan Krissie sebagai minuman favorit keluarganya.
Pantes aja anaknya jadi aneh gitu. Tiap hari
dicekokin beginian. Batin Krissie semakin khawatir saat ia memaksa tangannya
bergerak dan menyentuhkan pinggiran gelas ke bibirnya.
Ia merasakan sentuhan dingin di ujung bibirnya.
Ia menjauhkan gelasnya sedikit kemudian dengan hati-hati menjilat sisa cairan
yang menempel di bibir mungilnya.
“ Hah? Enak. “ Krissie menjilat sekali lagi dan
merasakan jus tersebut. Rasanya manis dan gurih jadi satu. Aneh. Tapi enak.
Krissie jadi merinding. Apa dia sudah ikutan gila sampai-sampai ia terus
menenggak cairan hijau tersebut sampai habis.
Ia meletakkan gelas yang hampir kosong itu ke
atas meja dan mengamati Mami Sasa yang berusaha membangunkan putrinya dengan
menyalakan lilin aroma therapy. Sebentar kemudian, wangi segar dan menenangkan
menguar di sekeliling ruangan tersebut.
Sasa sedikit menggeliat dan kemudian membuka
matanya.
“ Mami? “ suaranya terdengar parau dan hanya
berupa bisikan lirih.
“ Hi darling... “ Maminya tersenyum lega dan
menyodorkan segelas jus padanya. Krissie tersenyum tipis pada Sasa.
Sasa bangkit dan terduduk. Ia menerima gelas
yang disodorkan Maminya dan mulai meminumnya.
“ Kamu nggak apa-apa kan sayang? Kepala kamu
nggak pusing? “ Maminya terlihat begitu khawatir. Sasa hanya menggeleng lemah
dan berbisik lirih.
“ Sedikit... “
“ Mau Mami panggilin dokter? Kamu istirahat yang
banyak ya, Nak. Mami nggak mau kamu kenapa-napa. “ Wanita setengah baya itu
membelai lembut rambut anak semata wayangnya dengan penuh kasih sayang.
Krissie merasa sedikit iri dengan keharmonisan
pemandangan di depannya. Tapi ia tidak mau berlama-lama disini. Tidak untuk
saat ini. Saat air matanya mulai merebak. Hatinya terasa pilu. Dan ia tidak
tahu apa yang terjadi.
“ Ehem, “ ia berdeham pelan.
“ Oh, eh iya, tadi waktu kamu tiba-tiba pingsan,
Krissie lho yang nolongin kamu. “ Maminya tersenyum ramah pada Krissie. Baru
saja menyadari keberadaan makhluk yang satu itu.
“ Nggak apa-apa kok, Tan. Lagian kita kan
temenan. “ Krissie merasa suaranya sedikit parau.
“ Kamu nggak ikut-ikutan sakit kan Kris? Kok
suaramu tiba-tiba serak gitu? “ Krissie hanya menggeleng dan tersenyum kecut.
“ Nggak apa-apa Tante. “
“ Lho? Krissie? “ Sasa terlihat begitu terkejut
sampai-sampai gelasnya hampir terjatuh. Matanya membelalak liar. Ia beringsut
sedikit menempelkan lengannya pada Maminya.
“ Hei Sa? Udah baikan? Elo dehidrasi banget lho
tadi. “
“ I, i, i, iya. Gue...baik. Th, thanks udah
nolongin gue. “ ia memaksakan suaranya yang hanya berupa bisikan keluar dari
mulutnya.
“ Ha...ha...ha...! Nyantai aja lagi, Sa. Gue
kesini bukan mau gigit elo kok. “ Krissie tertawa geli melihat tingkah laku
Sasa.
Sasa berdeguk pelan. Berusaha memuntahkan
kata-kata yang serasa tersangkut di tenggorokannya.
“ Gue....tahu kok. “
“ Aduh...aduh...girls time...! Mami ke belakang
dulu ya?! Ajak aja Krissie ke kamar kamu. “ Maminya bersenandung riang dan
mulai berjalan anggun menuju dapur. “ Oh iya, Sasa, nanti kamu minum obat ya? “
Ia berhenti sebentar dan berkata.
“ I, iya Mi. “ Dalam hati ia melolong sedih
mengapa Maminya secepat itu meninggalkannya. Help...!!! Sasa hampir gila!
Keheningan yang mengalahkan sepinya kuburan
Jeruk purut di malam hari terasa lebih mencekam. Sasa duduk kaku di tempatnya
sementara Krissie masih sibuk mengedarkan pandangan kesana kemari menikmati
keajaiban rumah hijau.
“ Ehem, ke...taman yuk. “ Sasa memecahkan
keheningan.
“ Ke kamar elo aja kenapa? “ Rayu Krissie dengan
tampang tanpa dosa. Suaranya begitu ringan sehingga Sasa nyaris mengira Krissie
mengajaknya main barbie.
Sasa terkesiap. “ Ke...kamar? Ta, tapi, kamar
gue berantakan. “ Ia berdalih. Yang tentu saja takkan menggoyahkan semangat
Krissie sedikit pun.
“ Santai aja lagi Sa. Kita sekarang kan temen. “
Sasa mengerutkan kening. Ha? Sejak Dinosaurus bangkit dari kubur? Yang artinya
impossible.
Sasa bangkit berdiri dengan ragu-ragu. Sedikit
limbung. Krissie dengan sigap memegangi lengannya. Sasa terkejut, hampir
mengelak. Tapi ia tidak mau menghancurkan kepalanya ke lantai hanya demi
gengsi.
“ Ke atas Kris. “
Mereka berdua pun berjalan pelan menuju tangga
di samping ruangan.
“ Rumah elo... “
“ Kayak muntahan ya? “
“ Ha? E...he...he...he... siapa bilang sih, Sa?
Gue kan belum selesai ngomong! “ Krissie terkekeh.
Suasana mulai mencair. Sasa ikut terkekeh. “
Habisnya...tiap temenku yang kesini pasti bilang gitu. “
“ Ha? Masa sih? Tapi menurut gue rumah elo tuh
natural. Kayak Oasis. Gue suka deh. Sejuk, dan nyaman. Mungkin gue betah main
kesini tiap hari. “
Tangan Sasa yang dipegangi Krissie tiba-tiba
menegang dan Krissie merasakannya, ia lantas melanjutkan. “ Of course gue nggak
bisa, gue kan orang sibuk gitu... “ Ia mulai terkekeh lagi. Kali ini Sasa hanya
tersenyum ragu.
Mereka melewati lorong panjang yang dipenuhi
foto-foto anggota keluarga Sasa. Foto Sasa pun terpajang sejak ia lahir hingga
sekarang. Berderet lurus menuju ke ujung lorong yang dinding-dindingnya terbuat
dari kayu berpelitur.
“ Ini...kamar gue. “ Krissie bersiap disambut
oleh pepohonan, bunga-bungaan bahkan kalau perlu kicauan burung dan teriakan
monyet, tapi yang ada hanya ketenangan yang wajar. Saat ia mengedarkan pandang
ke arah ruangan berbentuk oval itu ia tersenyum.
Untunglah kamar Sasa normal. Ternyata istilah
buah jatuh tak jauh dari pohonnya kadang tidak berlaku.
“ Duduk Kris. “ Sasa mempersilahkan.
Krissie duduk di tengah sofa ranjang berwarna
putih yang berbentuk melengkung dan menempel sempurna di dinding. Sebuah meja
belajar kecil bertengger di samping sofa. Di sampingnya lagi ada sebuah rak buku penuh komik dan novel-novel,
terjemahan maupun lokal.
Lemari besar ada di samping ranjang yang anehnya
berbentuk melengkung di bagian yang menempel di dinding. Begitu pula dengan
jendela besar di ujung lingkaran oval. Jendela cekung yang sangat menarik.
Krissie pun tak kalah tercengang saat melihat
sebuah pintu di sisi lain lemari yang berbentuk melengkung. Kok ada ya pintu
model begitu?
Sepertinya semua benda di ruangan ini saling
menyesuaikan diri dengan bentuk oval kamar tersebut.
“ Kamar elo... “
“ Kayak telur? Tepat. “ Sasa memotong.
“ Oval? “ Krissie tampak tak terpengaruh dan
melanjutkan kalimatnya. “ Unik banget Sa! “ Sasa kaget saat tiba-tiba Krissie
memekik kegirangan.
Ia mengerutkan kening saat Krissie mulai
mengitari kamarnya dan melihat-lihat berbagai benda yang ada disana.
Sasa hanya duduk tenang di tepi ranjangnya
sambil mengamati tingkah aneh Krissie.
Tiba-tiba, Krissie sudah
berhenti di hadapannya dan menatap wajahnya dengan kekaguman yang tidak
ditutup-tutupi. “ Rumah elo, keren...!!! “ Sasa mencari nada mencela dalam
suaranya dan kilatan nakal di matanya.
Tapi yang ia dapati hanya ketulusan yang tidak
bisa berbohong. Ia tak dapat menahan rasa geli di dadanya dan langsung tertawa
terbahak-bahak.
Kali ini ganti Krissie yang bengong.
“ Elo...nggak gila kan? “
“ Ha...ha...ha...!! Hmpfh! Sorry... gue kaget
aja yang berkomentar gitu tentang rumah gue. Karena menurut gue rumah gue tuh
aneh banget tahu nggak sih? “ Sasa tersenyum geli.
“ Elo emang gila ya, Sa? Secara, rumah elo tuh
unik banget. Nyaman lagi. I just like it. “
“ Whatever you said... “ Mereka berdua tertawa
dan akhirnya mengobrol santai hingga lupa waktu.
Krissie heran karena ia begitu cepat akrab
dengan Sasa dan tidak menyadari bahwa ia sedang menjalankan sebuah misi hingga
ia keluar dari pintu gerbang Sasa dan diserbu oleh Zero dan Rey.
“ Gimana Kris? “
“ Ha? Gimana apanya? “ Krissie malah bengong dan
memandang cengo.
“ Ya ampun...elo tadi ngobrolin apa aja sama Sasa?!
“ Rey mendesak. Entah kenapa Rey yang biasanya cool itu jadi kelimpungan jika sudah menghadapi topik tentang Sasa.
“ Pssstt...!! “ Zero menarik tangan kedua
sahabatnya dan memaksa mereka masuk ke dalam honda jazz merahnya.
Blam! Pintu menutup dan mobil itu langsung
melesat pergi dari depan gerbang rumah Sasa.
“ Well...rumah Sasa unik banget. “ Rey melongo
mendengar kalimat pertama yang keluar dari mulut mungil Krissie.
“ Gue udah tahu yang satu itu. “ Zero berkata
setengah tersenyum geli.
“ Emang gimana Kris? “ Rey tambah penasaran.
“ Wah, susah banget ngejelasinnya Rey, elo harus
lihat sendiri. “ Krissie berkata dengan nada berapi-api.
“ Back to the point. Apa aja yang elo omongin
tadi sama Sasa? “ Zero menyela.
“ Oh iya! Aduh...si Sasa enak juga ya diajak
ngobrol?! Tadi kami tuh habis ngebahas the top five charming guys antara school kita sama school saingan
kita. SMA Bayhangkari! “ Zero
memutar matanya.
“ Kris, nggak usah bertele-tele gitu bisa
nggak?! “ dengan muka bete Zero ngerem mendadak, menempatkan mobilnya di bawah
bayang-bayang pohon di pinggir jalan.
“ Udah deh...dengerin dulu! Elo tahu siapa the
number guy yang paling charming menurut Sasa? “ Mau tak mau akhirnya Zero
penasaran juga. Rey sih sudah dari tadi setia mendengarkan. Menurutnya, sekecil
apapun informasi dari Krissie, semuanya penting untuk diketahui.
“ Christian! “ pekik Krissie keras.
“ Ha? “
“ Kak Chris! Ketua OSIS SMA saingan kita itu! “
Zero dan Rey saling berpandangan dan menghela
napas. “ Udah gue bilang Rey, kita emang nggak bisa nandingin Christian sampai kapanpun. “ Zero menepuk-nepuk pundak Rey sambil
memasang tampang pasrah.
“ Ah, konyol banget sih elo pada! Lagian nih ya,
yang patut dikasihani elo Zer, soalnya Rey menempati second place gitu... “
“ What?! Beneran Kris?! “ tanpa sadar Rey
berseru kegirangan dan berhigh-five dengan Krissie.
“ Arrghhh...!!! Brisik elo pada! Seberapa
penting sih pendapat seorang Sasa?! Dia kan bukan siapa-siapa. Populer aja
nggak, sok-sokan menilai orang lain! Malah, gue kasihan tuh ma cowok-cowok yang
dinilai ma dia. Rendahan banget. Dia aja yang nggak bisa bedain mana yang baik
dan mana yang buruk. Buta kali tuh anak! “
“ Zero! “ Rey membentak Zero yang mulutnya
mulai ngelantur kemana-mana. “ Elo
nggak berhak ngejelekin Sasa kayak gitu!
“
Zero termangu mendengar seruan Rey. “ Shit!
Turun elo pada! “
“ What?! “ Krissie memekik tertahan. “ Nggak mau
ah, panas banget tuh! Entar kulit gue bisa gosong nih! “ Protesnya.
“ Udahlah Kris, turun aja. “ suara Rey yang
kalem berhasil membujuk Krissie yang walaupun udah dongkol setengah mati
akhirnya mengikuti Rey turun dari jazz merah Zero.
Brak!! “ Brengsek elo Zer! “ Maki Krissie.
Dengan bunyi berdecit nyaring, mobil itu melaju pergi.
Rey menghela napas panjang dan mulai berjalan di
sepanjang totoar. “ Rey! Tungguin gue! “ Krissie berlari menyusulnya dan
menjajari langkahnya.
“ Sebel banget gue sama tuh anak. Apa coba
maunya nurunin sobat-sobatnya di jalan? Cuma gara-gara kesel dia nggak masuk
nominasi top five cowok yang bakal dipacari Sasa... “
Rey termangu mendengar kata-kata Krissie.
Krissie yang masih sibuk ngedumel tidak menyadari bahwa sejak tadi Rey berhenti
melangkah dan tertinggal beberapa meter di belakangnya. Saat sadar ia
membalikkan badan dan melihat senyum lebar di wajah Rey.
“ Ha? “ Krissie melongo. Dalam sejarah, baru
kali ini temannya itu tersenyum selebar itu. “ Lo waras kan, Rey? “
“ Gue waras, waras banget malahan!
Ha...ha...ha...! “ Tiba-tiba Rey tertawa lepas. Ia berlari dan memeluk Krissie
erat-erat.
“ Woy...! Elo udah sinting ya?! Aduh...Rey!
Apa-apaan sih elo? “ Krissie megap-megap tak bisa bernapas.
“ Ah...indahnya dunia. Yuk Kris, gue taktir elo.
“
“ Starbucks ya? “
“ Boleh. “
Krissie tersenyum senang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar