PRINCESS....
Sebuah Mercedes hitam melaju kencang membelah
jalanan. Seandainya aku bisa bilang begitu. Tapi, tahu sendirilah Jakarta.
Macet. Nggak mungkin ada mobil bisa sekeren itu.
Mercedes itu merayap pelan mengantri di jalanan.
Melaju perlahan-lahan, senti demi senti. Membuat seorang cewek modis di tempat
duduk belakang cemberut.
“ Pak...bisa cepet dikit nggak sih? Gue udah
hampir telat nih. “ Ujarnya kesal.
Pak Reno, supir kesayangannya itu hanya melirik
melalui kaca spion dan berkata. “ Besok bilang ke Mami Non, bikin jalan sendiri
aja. Biar nggak kena macet. “
“ Emang bisa?! Uh...Pak Reno ngaco deh! Nggak
mungkin bisa kali! “ Pak Reno hanya terkekeh dan melanjutkan konsentrasinya
pada jalanan di depan. Sebenarnya, dalam hati pun ia ingin sekali menabrak City
di depannya itu.
Cewek itu memilih untuk mencari kesibukan lain
daripada melihat pemandangan macet di luar jendela. Plus, pengamen-pengamen
jontor yang seenak udel hampir nemplokin bibir seksinya ke kaca jendela mobilnya.
“ Eeuuyyy.... “ Ia bergidik ngeri dan
mengalihkan pandangannya cepat-cepat. Dirogohnya tasnya dan ia mulai mencari-cari.
Dikeluarkannya sebuah Blackberry berhiaskan
manik-manik pink dari dalam tas Pradanya. Hah??
Yeah...cewek satu ini memang unik, bilang saja
gengsinya tinggi. Bawaannya barang branded kemana-mana. Dengan kecepatan hebat
ia mengetikkan sebuah nomer di layar ponselnya dan mendekatkannya ke telinga.
“ Hello...!!
“ suara centil khas anggota genknya menyapa.
“ Heh, udah deh, nggak usah kecentilan. Udah bel
belum? “
“ Belum, elo tenang aja Prin, kayaknya tuh
guru-guru bego lagi pada rapat. Semua kelas belum ada pelajaran tuh. “ sebuah
suara cempreng lain menyahuti.
“ Oh, okey, bentar lagi gue nyampe. Temuan di
kantin ya. Love ya! “ setelah memberikan suara kecupan singkat, ia memasukkan Blackberry itu kembali ke dalam
tasnya.
Hufft... membosankan. Ia membuang pandangan
keluar jendela. Pemandangan sudah sedikit berubah, tidak semacet tadi. mobilnya
mulai berjalan kencang menuju SMA Prima Bhakti.
Ciittt... decit ban terdengar saat mobil itu
mengerem mendadak. “ Crap! What the
fucking’s going on?! “ cewek itu mengumpat-umpat dalam bahasa yang tidak
akan dimengerti oleh supirnya yang berusia lanjut tersebut.
“ Maaf Non, ada orang gila nyebrang seenak
perut. Mana sambil nenteng-nenteng sepatu lagi. Apa coba maksudnya? Mau jualan
sepatu mbok ya jangan di tengah jalan! “ Pak Reno mengelap keringat dingin di
dahinya, walaupun mobil ini jelas berAC, keringat masih mengalir di tengkuknya
saat ia membayangkan akan dipenjara karena menabrak seorang anak SMA yang
menyebrang jalan.
Terbayang olehnya headline di Koran besok pagi.
‘ Seorang Supir Gila Menabrak Seorang Pelajar Tak Berdosa Yang Bekerja Keras
Menjual Sepatu Demi Membantu Ibunya Yang Sudah Tua. ‘
Hah? Ngaco banget deh!
Nanti siapa dong yang ngasih makan Mbok Yum,
sang istri dan anaknya yang masih SD? Ah...sebodo amat deh.
Anyway, mata cewek cantik itu langsung
membelalak saat ia melihat cowok seksi yang hampir ditabrak Pak Reno tadi.
“ OMG! That’s Rey! Stop! “ Ciittt... sekali lagi
ban berdecit saat Pak Reno tengah sibuk mengemudikan mobilnya memasuki
pekarangan SMA.
“ Yakin mau turun disini Neng? “
“ Hu’um. “ cewek itu mengangguk semangat sambil
sibuk menyemprotkan parfum Paris Hiltonnya kesana-sini.
Pak Reno turun dan cepat-cepat merapikan jas
hitamnya. Maklum, seragam kebesarannya saat menyupir.
Rey yang sedang buru-buru berjalan memasuki
gerbang sekolahnya mengumpat pelan saat sebuah Mercedes hitam dengan tiba-tiba
berhenti di hadapannya. Menghalangi jalannya.
“ Setan kampret! Nggak tahu gue udah telat apa? Udah
sepatu kecebur got gini, badan keringatan, masih aja ada yang mau ngerjain gue!
“ dumelnya pelan. Asli, penampilan Rey saat itu nggak keren banget.
Rey tertegun menaikkan sebelah alisnya saat
melihat sebuah sepatu guess hak tinggi berwarna hitam mengkilat keluar dari
dalam mobil itu dan menapak di jalan berdebu.
Sebuah betis seksi dengan stoking putih selutut
membuat Rey dengan mudah menebak siapa pemilik mobil sialan yang berani-berani
menghalangi jalannya.
Tiga...
Dua...
Satu...
“ Rey...!!! “ Benar saja. Suara centil seorang
Princess Lovilea terdengar berdenging di telinga Rey.
Hufftt...mimpi apa gue semalam, pagi-pagi gini
udah dibuntuti ma nenek lampir cempreng? Rey mengelus dada prihatin.
Nenek lampir apanya Rey?! Mata lu buta ya?!
Cewek cakep, body yahud gitu kok dibilang lampir?!
Semua mata siswa yang rata-rata emang masih pada
nongkrong diluar kelas menatap penuh rasa ingin tahu pada mereka berdua.
Siul-siul dan sorak sorai terdengar disana-sini. Princess melambaikan tangannya
layaknya seorang artis terkenal.
Dengan langkah mantap penuh percaya diri,
Princess melangkahkan kakinya ke arah Rey. Sesekali ia mengibaskan rambut ikal
sepingganggnya yang berhighlight pink.
Kemeja Glitters ngepas di badan dengan rok lipit
Gucci kotak-kotak di atas lutut, jauh di atas lutut. Kacamata hitam berbingkai
putih menutupi hampir separuh wajahnya.
“ Hi...Tuan putri. “ sapa Rey ogah-ogahan saat
Princess sudah sampai di hadapannya. Mereka cipika-cipiki sebentar.
“ Hi Honey...nice to see you pagi-pagi gini. “
sapa Princess dengan suara mendayu-dayu. “ E My God, Honey, what’s going on
with your Converse? “ Rey mengangkat sepatunya dan mengangkat bahu, tak mau
membahasnya. Tengsin boo...
“ Mau ke kelas kan? Barengan ya? “ Princess menggelayut
manja di lengan Rey.
Rey mendesah pasrah saat Princess mulai
berceloteh tak karuan tentang Gucci, LV,
D&G, Guess, anything else. Semua yang bisa didapatnya dari Visa, Amex dan
MasterCard-nya. Hello...? siapa sih yang peduli?
“ ....Coba mau gimana lagi gue? Udah gue bilang
itu kan tas LV keluaran paling baru!...
Bla...bla...bla... “ Kita lewatkan saja bagian itu.
Rey tertegun sejenak saat melihat Sasa melintas
di koridor dengan tumpukan buku di tangannya. Kepalanya hampir nggak kelihatan
saking tingginya tumpukan buku itu menutupi wajahnya.
“ Sasa! “ Tiba-tiba Rey berbalik, melepaskan
lengannya dari gelayutan manja Princess dan menghampiri Sasa.
“ Ngapain sih Kak? Nggak lihat Sasa lagi sibuk?
Mending kalau mau bantuin, bukannya ngehalangin jalan. “ semprot Sasa langsung saat melihat wajah Rey. Bagaimanapun, Sasa
masih dendam mengingat insiden Endra dulu itu.
“ Wohoho...stop Non, ini juga gue mau bantuin
kok. “ Rey tertawa melihat reaksi Sasa.
“ Ya cepetan kek! Tangan gue udah mati rasa nih!
“ Rey tersenyum geli.
“ Princess sayang... tolong dong elo bawain Tas
sama sepatu gue ke kelas. Titip ya... “ Tanpa menunggu jawaban, Rey sudah
mengalungkan tali tasnya ke leher Princess dan menyerahkan sepatu baunya ke tangan
Princess.
Lalu dengan kecepatan yang patut dipertanyakan,
Rey sudah membantu Sasa membawa setengah lebih buku yang tadinya bertengger
manis di kedua lengan Sasa.
Sementara Princess hanya bisa ternganga,
melongo, membeliakkan mata tak percaya, saat saraf sensorik dan motoriknya
mulai nyambung (Ih, lemot banget ya?) baru Krissie mencak-mencak.
“ What?!!! Shit! Apa-apaan dia?! Emang gue
pembantunya?! Sialan...!!! Brengsek! Sompret! Siapa sih cewek itu,
sampai-sampai Rey tega ninggalin gue kayak gini! Lagian tuh cewek cuma anak
biru. Berani-beraninya ngedeketin anak-anak hitam! “ Seluruh isi Taman Safari
keluar dari mulut mungil Princess. Huahahaha...! Kebayang banget gimana
ekspresi sang Tuan Putri direndahin gitu sama seorang Rey.
Rey emang paling bisa deh!
Dengan langkah-langkah panjang dan napas
tersengal-sengal menahan kesal dan capek, Princess berjalan menuju kelas Rey.
Sesampainya di depan kelas, ia bingung lagi. Yang mana ya meja Rey?
“ Ada
yang bisa saya bantu Mbak? “ seorang cowok berkacamata setebal pantat botol dan
berseragam merah, tiba-tiba muncul di hadapan sang Tuan Putri dengan seringaian
lebar dan muka seribu jerawat.
“ Hwa...!! “ Princess terlonjak kaget. “ Makhluk
apaan nih?! “ Ups! Kurang ajar banget tuh mulut? “ Hello..could you speak human? “ Princess melambai-lambaikan sebelah
tangannya yang tidak memegang convere basah kuyup di depan wajah makhluk, eh,
Endra.
“ I’m not
stupid, and yes, i can. “ Endra mendengus kesal dan meninggalkan Princess
begitu saja dengan sekali lagi rasa shock. Princess hanya bisa ternganga.
Bener-bener nggak nyangka tuh makhluk tadi bisa ngomong.
“ Whatever. “ Princess mengibaskan rambutnya dan
sekali lagi berusaha mencari-cari orang yang bisa diminta pertolongan.
“ Hei, elo, rakyat jelata! Iya...elo! “ Princess
tersenyum sumringah dan melambai-lambaikan tangannya pada seorang cewek
bertampang biasa dengan rambut ekor kuda yang sedang nongkrong bersama
teman-teman birunya di depan kelas.
“ Princess bukan? “ siswi itu bertanya seakan
tak percaya.
“ Hu’um. “ Princess mengangguk antusias. Senang
juga karena penderitaannya akan segera berakhir. Lehernya mulai pegal-pegal.
“ Foto bareng dong! Gue ngefans banget nih sama
elo! “Jeritan lebai siswi tersebut menulikan Princess seketika.
Ha?? Kali ini dengan muka cengo Princess
melongo. Selebriti nih gue!
Akhirnya, dengan gaya dibuat-buat dan sok imut,
mereka berfoto bersama. Princess sampai lupa kalau dari tadi dia masih
menenteng-nenteng sepatu.
“ Anyway, thank’s elo udah jadi fans gue. Dan
kewajiban elo sebagai fans adalah...membantu idolanya saat sedang kesulitan. Ya
kan? So,
tolong elo bawain nih tas sama sepatu Rey ke kelas. Elo anak IPA1 kan? By the way, thank’s
banget loch... Bye... “ setelah cerocosan nggak penting Princess menyerahkan
barang bawaannya kepada cewek yang masih memandang penuh pujaan ke arahnya itu.
Princess melambaikan tangannya dan berjalan
lenggak-lenggok bak peragawati menuju kantin sekolah.
“ Hufft... pagi-pagi udah keringetan! “ Ia
mengipas-ipaskan tangannya ke wajah sambil celingak-celinguk mencari-cari
temannya di penjuru kantin.
“ Prin....!! “ Seseorang yang tak kalah centil
melambaikan tangannya. Senyum lebar terkembang di wajah Princess. Ia segera
menghampiri Yesti, Rona dan Vivian, teman-teman segenknya sekaligus BFF alias Best
Friend Forevernya.
“ Hei girls... “ sapa sang Ratu genk ceria.
“ Hei Princess... “ Mereka saling berhigh-five
ria.
Akhirnya Princess duduk dan sibukmengipas-ipas
wajahnya lagi. “ Pelayan...! Pesen Ice coffee Mocca Float dong...! “ Ia
mengangkat tangannya dan berteriak nyaring. Membuat seisi kantin
menggeleng-gelengkan kepala saking herannya.
Jelas dong, siapapun yang jajan di kantin kan musti antri dulu
tuh, buat pesen. Nah si Neng tinggal ngangkat tangan dapet deh pesenannya.
Bukan cuma Princess sih, tapi semua murid yang
berpangkat alias anak-anak orang kaya atau anak penyandang dana sekolah. Ciri
khas mereka yaitu bawahan kotak-kotak hitam putih. Di bawah mereka adalah
anak-anak pintar penyumbang piala di lemari kepala sekolah atau anggota OSIS.
Ciri khasnya bawahan kotak-kotak merah putih.
Dan barulah yang terakhir, anak orang biasa,
bawahan kotak-kotak putih biru.
Jadi nih, bisa jadi dalam satu kelas seragamnya
warna-warni semua. Orang biasa pasti mengira mungkin itu memang seragam yang
disesuaikan dengan kelas atau jurusan, tapi sebenarnya, di balik tinggi
tembok-tembok beton tersebut, tersimpan sebuah rahasia tentang penerapan sistem
diskriminasi di SMA Prima Bhakti.
Nah, sesuai tingkatannya, Princess and the genk berseragam
kotak-kotak hitam putih.
“ Habis jogging elo Neng? “ Vivian menahan tawa
melihat Princess kegerahan.
“ Jogging kepala elu peyang? Gue lagi sebel
banget nih! Nggak usah cari gara-gara deh! “ Princess menggerutu kesal.
“ Sorry...sorry...Terus habis ngapain elo,
keringetan gitu, kayak habis muterin jakarta
jalan kaki. Nggak classy tauk. “ Vivian membantu sahabatnya itu mengipasi
wajah.
“ Brengsek banget tuh si Rey! Gue udah kayak
pembantunya aja! “ umpat Princess gemas. Walau bagaimanapun ia tidak bisa
benar-benar membenci pangeran pujaannya tersebut.
“ Emang ada bakat kali. Atau...tampang-tampang
elo kali agak mirip-mirip... “ Belum selesai Yesti ngomong, Princess sudah
menimpuknya dengan tisu kotor.
“ Yuck! Jorok tauk Prince! “ Rona menutup
hidungnya dan mengibas-ibaskan tangannya dengan jijay.
Begitulah mereka. Pretty girl committee.
Begitulah sebutan seluruh anak di SMA Prima Bhakti terhadap genk cewek centil yang satu itu.
Vivian, biasa dipanggil Vee, cewek ceria
berpotongan bob dengan poni dora, semua barang dari ujung rambut sampai ujung kaki
bermerek. Paling peduli soal penampilan dan kerapian. Agak sedikit mengidap
obsesif kompulsif atau apapun itu lah. Wajahnya oriental dengan kulit kuning
langsat. Tahi lalat di ujung bibirnya menandakan kalau ia cerewetnya minta
ampun.
Yesti, rambut cepak mencuat kesana-sini dicat
ungu yang paling cuek, tapi tetep kelihatan cute dengan gaya tomboynya. Apalagi tubuhnya mungil dan
kulitnya benar-benar paling putih di antara teman-temannya. Hidungnya ditindik
berlian asli. Paling suka pake sneakers, tas ransel dan topi. Omongannya suka
asal nyablak dan kadang-kadang bikin sakit hati. Tapi teman-temannya sih udah
maklum kalau Yesti emang sangat terbuka dan berterus terang.
Yang terakhir Rona, pecinta kebersihan yang
selalu bawa-bawa masker, saputangan dan sarung tangan kesana kemari. Paling
suka pake boot selutut untuk menghindari kuman di jalanan katanya. Ia takut
kalau kudisan. Hah?
Potongan rambut, standar, shaggy berlayer hasil
smoothing ratusan ribu.
“ Emang Rey habis ngapain elo, Prince? “ Rona
menyentil tissue kotor itu sampai menjauh jauh-jauh dari hadapannya.
“ Gini nih... “ Setelah bisik-bisik, kasak-kusuk
nggak jelas, terbeberlah aib seorang Princess dianggap pembantu oleh Rey.
“ Hwahahaha...!! “ Yesti terang-terangan ngakak
sambil memegangi perutnya. Begitu pula dengan Rona dan Vivian walaupun nggak
seheboh Yesti sampai membuat seisi kantin menghentikan aktivitas mereka dan
memperhatikan kalau-kalau ada badut Ancol numpang lewat.
“ Sumpeh elo? Elo...elo... Hahahaha! “ Yesti
kembali ngakak.
“ Rese elo ya pada? Temen tertimpa musibah, elo
malah ketawa-ketiwi kayak nenek lampir! “ Dengan kesal Princess menyeruput Ice
coffeenya.
“ Sabar Prince... “ Vivian menyeka setitik air
di ujung matanya.
“ Pantes aja, penampilan elo pagi-pagi udah
semrawut nggak jelas gitu. “ wajah Rona memerah, seperti namanya, ia gampang
sekali memerahkan wajah sampai hampir sewarna buah cherry.
“ Gue pengen tahu...siapa cewek itu.
Sampai-sampai Rey tega ninggalin gue kayak tadi. “ Princess menggeram marah.
“ Hold on Princess, sabar... lihat tuh kepala lu
udah berasap. “ Yesti tersenyum geli melihat ekspresi Princess yang seakan-akan
ingin menelan Sasa bulat-bulat.
“ Elo lihat tag namenya nggak? “
“ Aduh...bego ya lu pada?! Mana gue sempet lah,
mereka aja langsung ngibrit! “
“ Ha..ha...ha... kayaknya gue bisa bayangin
tampang elo waktu itu deh. “ Rona terkikik.
“ Pliz guys.. gue serius! “
“ Oke, oke, gimana kalau nanti kita cari tuh
cewek? “ Usul Yesti yang langsung disambut cengiran setuju Princess.
“ Duh...jangan nanti dong girls... gue ada
jadwal meni-pedi nih... “ Vivian mengeluh.
“ Vee, elo temen ato bukan sih?! “ bentak
Princess garang.
“ Oke, oke, ketemuan di taman pulang skul. Don’t
be late. Atau gue langsung ngacir ke salon! “ Ancam Vivian.
“ Okay. “
Tiba-tiba, opening theme kartun Doraemon
terdengar.
“ Time’s out guys... “ Vivian mengusap bibirnya
dengan tissue dan bangkit berdiri menenteng tas Gucci dan Mantel putih D&G-nya.
“ Pliz deh...apa nggak ada lagu yang lebih bagus
dari soundtrack-nya doraemon? “ Princess menyibakkan rambut dan mencibir.
“ Udah untung kali, nggak kayak saingan kita Bhayangkari,
spongebob opening theme guys...! “ Rona menyampirkan tas LV-nya di lengan dan
membenahi bando Tiffanynya.
“ Euyy... serius lo? Saingannya kok dalam hal
konyol gitu sih? Nggak banget. “ Vivian berkomentar.
“ Udah deh. Kayak nggak ada yang lebih penting
aja sih daripada ngomongin bel sekolah? “ Lagi-lagi Yesti dengan mulut pedasnya
berkata.
Mereka berempat, bagaikan manekin yang dipanjang
di window display toko-toko, berjalan sejajar dengan percaya diri memenuhi
lorong dan memaksa siapapun yang menghalangi mereka untuk menyingkir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar