Jumat, 11 Mei 2012

Past Never Hurt Part 6


PRINCESS....

Sebuah Mercedes hitam melaju kencang membelah jalanan. Seandainya aku bisa bilang begitu. Tapi, tahu sendirilah Jakarta. Macet. Nggak mungkin ada mobil bisa sekeren itu.
Mercedes itu merayap pelan mengantri di jalanan. Melaju perlahan-lahan, senti demi senti. Membuat seorang cewek modis di tempat duduk belakang cemberut.
“ Pak...bisa cepet dikit nggak sih? Gue udah hampir telat nih. “ Ujarnya kesal.
Pak Reno, supir kesayangannya itu hanya melirik melalui kaca spion dan berkata. “ Besok bilang ke Mami Non, bikin jalan sendiri aja. Biar nggak kena macet. “
“ Emang bisa?! Uh...Pak Reno ngaco deh! Nggak mungkin bisa kali! “ Pak Reno hanya terkekeh dan melanjutkan konsentrasinya pada jalanan di depan. Sebenarnya, dalam hati pun ia ingin sekali menabrak City di depannya itu.
Cewek itu memilih untuk mencari kesibukan lain daripada melihat pemandangan macet di luar jendela. Plus, pengamen-pengamen jontor yang seenak udel hampir nemplokin bibir seksinya ke kaca jendela mobilnya.
“ Eeuuyyy.... “ Ia bergidik ngeri dan mengalihkan pandangannya cepat-cepat. Dirogohnya tasnya dan ia mulai mencari-cari.
Dikeluarkannya sebuah Blackberry berhiaskan manik-manik pink dari dalam tas Pradanya. Hah??
Yeah...cewek satu ini memang unik, bilang saja gengsinya tinggi. Bawaannya barang branded kemana-mana. Dengan kecepatan hebat ia mengetikkan sebuah nomer di layar ponselnya dan mendekatkannya ke telinga.
Hello...!! “ suara centil khas anggota genknya menyapa.
“ Heh, udah deh, nggak usah kecentilan. Udah bel belum? “
“ Belum, elo tenang aja Prin, kayaknya tuh guru-guru bego lagi pada rapat. Semua kelas belum ada pelajaran tuh. “ sebuah suara cempreng lain menyahuti.
“ Oh, okey, bentar lagi gue nyampe. Temuan di kantin ya. Love ya! “ setelah memberikan suara kecupan singkat,  ia memasukkan Blackberry itu kembali ke dalam tasnya.
Hufft... membosankan. Ia membuang pandangan keluar jendela. Pemandangan sudah sedikit berubah, tidak semacet tadi. mobilnya mulai berjalan kencang menuju SMA Prima Bhakti.
Ciittt... decit ban terdengar saat mobil itu mengerem mendadak. “ Crap! What the fucking’s going on?! “ cewek itu mengumpat-umpat dalam bahasa yang tidak akan dimengerti oleh supirnya yang berusia lanjut tersebut.
“ Maaf Non, ada orang gila nyebrang seenak perut. Mana sambil nenteng-nenteng sepatu lagi. Apa coba maksudnya? Mau jualan sepatu mbok ya jangan di tengah jalan! “ Pak Reno mengelap keringat dingin di dahinya, walaupun mobil ini jelas berAC, keringat masih mengalir di tengkuknya saat ia membayangkan akan dipenjara karena menabrak seorang anak SMA yang menyebrang jalan.
Terbayang olehnya headline di Koran besok pagi. ‘ Seorang Supir Gila Menabrak Seorang Pelajar Tak Berdosa Yang Bekerja Keras Menjual Sepatu Demi Membantu Ibunya Yang Sudah Tua. ‘
Hah? Ngaco banget deh!
Nanti siapa dong yang ngasih makan Mbok Yum, sang istri dan anaknya yang masih SD? Ah...sebodo amat deh.
Anyway, mata cewek cantik itu langsung membelalak saat ia melihat cowok seksi yang hampir ditabrak Pak Reno tadi.
“ OMG! That’s Rey! Stop! “ Ciittt... sekali lagi ban berdecit saat Pak Reno tengah sibuk mengemudikan mobilnya memasuki pekarangan SMA.
“ Yakin mau turun disini Neng? “
“ Hu’um. “ cewek itu mengangguk semangat sambil sibuk menyemprotkan parfum Paris Hiltonnya kesana-sini.
Pak Reno turun dan cepat-cepat merapikan jas hitamnya. Maklum, seragam kebesarannya saat menyupir.
Rey yang sedang buru-buru berjalan memasuki gerbang sekolahnya mengumpat pelan saat sebuah Mercedes hitam dengan tiba-tiba berhenti di hadapannya. Menghalangi jalannya.
“ Setan kampret! Nggak tahu gue udah telat apa? Udah sepatu kecebur got gini, badan keringatan, masih aja ada yang mau ngerjain gue! “ dumelnya pelan. Asli, penampilan Rey saat itu nggak keren banget.
Rey tertegun menaikkan sebelah alisnya saat melihat sebuah sepatu guess hak tinggi berwarna hitam mengkilat keluar dari dalam mobil itu dan menapak di jalan berdebu.
Sebuah betis seksi dengan stoking putih selutut membuat Rey dengan mudah menebak siapa pemilik mobil sialan yang berani-berani menghalangi jalannya.
Tiga...
Dua...
Satu...
“ Rey...!!! “ Benar saja. Suara centil seorang Princess Lovilea terdengar berdenging di telinga Rey.
Hufftt...mimpi apa gue semalam, pagi-pagi gini udah dibuntuti ma nenek lampir cempreng? Rey mengelus dada prihatin.
Nenek lampir apanya Rey?! Mata lu buta ya?! Cewek cakep, body yahud gitu kok dibilang lampir?!
Semua mata siswa yang rata-rata emang masih pada nongkrong diluar kelas menatap penuh rasa ingin tahu pada mereka berdua. Siul-siul dan sorak sorai terdengar disana-sini. Princess melambaikan tangannya layaknya seorang artis terkenal.
Dengan langkah mantap penuh percaya diri, Princess melangkahkan kakinya ke arah Rey. Sesekali ia mengibaskan rambut ikal sepingganggnya yang berhighlight pink.
Kemeja Glitters ngepas di badan dengan rok lipit Gucci kotak-kotak di atas lutut, jauh di atas lutut. Kacamata hitam berbingkai putih menutupi hampir separuh wajahnya.
“ Hi...Tuan putri. “ sapa Rey ogah-ogahan saat Princess sudah sampai di hadapannya. Mereka cipika-cipiki sebentar.
“ Hi Honey...nice to see you pagi-pagi gini. “ sapa Princess dengan suara mendayu-dayu. “ E My God, Honey, what’s going on with your Converse? “ Rey mengangkat sepatunya dan mengangkat bahu, tak mau membahasnya. Tengsin boo...
“ Mau ke kelas kan? Barengan ya? “ Princess menggelayut manja di lengan Rey.
Rey mendesah pasrah saat Princess mulai berceloteh tak karuan tentang Gucci, LV, D&G, Guess, anything else. Semua yang bisa didapatnya dari Visa, Amex dan MasterCard-nya. Hello...? siapa sih yang peduli?
“ ....Coba mau gimana lagi gue? Udah gue bilang itu kan tas LV keluaran paling baru!... Bla...bla...bla... “ Kita lewatkan saja bagian itu.
Rey tertegun sejenak saat melihat Sasa melintas di koridor dengan tumpukan buku di tangannya. Kepalanya hampir nggak kelihatan saking tingginya tumpukan buku itu menutupi wajahnya.
“ Sasa! “ Tiba-tiba Rey berbalik, melepaskan lengannya dari gelayutan manja Princess dan menghampiri Sasa.
“ Ngapain sih Kak? Nggak lihat Sasa lagi sibuk? Mending kalau mau bantuin, bukannya ngehalangin jalan. “ semprot Sasa langsung saat melihat wajah Rey. Bagaimanapun, Sasa masih dendam mengingat insiden Endra dulu itu.
“ Wohoho...stop Non, ini juga gue mau bantuin kok. “ Rey tertawa melihat reaksi Sasa.
“ Ya cepetan kek! Tangan gue udah mati rasa nih! “ Rey tersenyum geli.
“ Princess sayang... tolong dong elo bawain Tas sama sepatu gue ke kelas. Titip ya... “ Tanpa menunggu jawaban, Rey sudah mengalungkan tali tasnya ke leher Princess dan menyerahkan sepatu baunya ke tangan Princess.
Lalu dengan kecepatan yang patut dipertanyakan, Rey sudah membantu Sasa membawa setengah lebih buku yang tadinya bertengger manis di kedua lengan Sasa.
Sementara Princess hanya bisa ternganga, melongo, membeliakkan mata tak percaya, saat saraf sensorik dan motoriknya mulai nyambung (Ih, lemot banget ya?) baru Krissie mencak-mencak.
“ What?!!! Shit! Apa-apaan dia?! Emang gue pembantunya?! Sialan...!!! Brengsek! Sompret! Siapa sih cewek itu, sampai-sampai Rey tega ninggalin gue kayak gini! Lagian tuh cewek cuma anak biru. Berani-beraninya ngedeketin anak-anak hitam! “ Seluruh isi Taman Safari keluar dari mulut mungil Princess. Huahahaha...! Kebayang banget gimana ekspresi sang Tuan Putri direndahin gitu sama seorang Rey.
Rey emang paling bisa deh!
Dengan langkah-langkah panjang dan napas tersengal-sengal menahan kesal dan capek, Princess berjalan menuju kelas Rey. Sesampainya di depan kelas, ia bingung lagi. Yang mana ya meja Rey?
“ Ada yang bisa saya bantu Mbak? “ seorang cowok berkacamata setebal pantat botol dan berseragam merah, tiba-tiba muncul di hadapan sang Tuan Putri dengan seringaian lebar dan muka seribu jerawat.
“ Hwa...!! “ Princess terlonjak kaget. “ Makhluk apaan nih?! “ Ups! Kurang ajar banget tuh mulut? “ Hello..could you speak human? “ Princess melambai-lambaikan sebelah tangannya yang tidak memegang convere basah kuyup di depan wajah makhluk, eh, Endra.
I’m not stupid, and yes, i can. “ Endra mendengus kesal dan meninggalkan Princess begitu saja dengan sekali lagi rasa shock. Princess hanya bisa ternganga. Bener-bener nggak nyangka tuh makhluk tadi bisa ngomong.
“ Whatever. “ Princess mengibaskan rambutnya dan sekali lagi berusaha mencari-cari orang yang bisa diminta pertolongan.
“ Hei, elo, rakyat jelata! Iya...elo! “ Princess tersenyum sumringah dan melambai-lambaikan tangannya pada seorang cewek bertampang biasa dengan rambut ekor kuda yang sedang nongkrong bersama teman-teman birunya di depan kelas.
“ Princess bukan? “ siswi itu bertanya seakan tak percaya.
“ Hu’um. “ Princess mengangguk antusias. Senang juga karena penderitaannya akan segera berakhir. Lehernya mulai pegal-pegal.
“ Foto bareng dong! Gue ngefans banget nih sama elo! “Jeritan lebai siswi tersebut menulikan Princess seketika.
Ha?? Kali ini dengan muka cengo Princess melongo. Selebriti nih gue!
Akhirnya, dengan gaya dibuat-buat dan sok imut, mereka berfoto bersama. Princess sampai lupa kalau dari tadi dia masih menenteng-nenteng sepatu.
“ Anyway, thank’s elo udah jadi fans gue. Dan kewajiban elo sebagai fans adalah...membantu idolanya saat sedang kesulitan. Ya kan? So, tolong elo bawain nih tas sama sepatu Rey ke kelas. Elo anak IPA1 kan? By the way, thank’s banget loch... Bye... “ setelah cerocosan nggak penting Princess menyerahkan barang bawaannya kepada cewek yang masih memandang penuh pujaan ke arahnya itu.
Princess melambaikan tangannya dan berjalan lenggak-lenggok bak peragawati menuju kantin sekolah.
“ Hufft... pagi-pagi udah keringetan! “ Ia mengipas-ipaskan tangannya ke wajah sambil celingak-celinguk mencari-cari temannya di penjuru kantin.
“ Prin....!! “ Seseorang yang tak kalah centil melambaikan tangannya. Senyum lebar terkembang di wajah Princess. Ia segera menghampiri Yesti, Rona dan Vivian, teman-teman segenknya sekaligus BFF alias Best Friend Forevernya.
“ Hei girls... “ sapa sang Ratu genk ceria.
“ Hei Princess... “ Mereka saling berhigh-five ria.
Akhirnya Princess duduk dan sibukmengipas-ipas wajahnya lagi. “ Pelayan...! Pesen Ice coffee Mocca Float dong...! “ Ia mengangkat tangannya dan berteriak nyaring. Membuat seisi kantin menggeleng-gelengkan kepala saking herannya.
Jelas dong, siapapun yang jajan di kantin kan musti antri dulu tuh, buat pesen. Nah si Neng tinggal ngangkat tangan dapet deh pesenannya.
Bukan cuma Princess sih, tapi semua murid yang berpangkat alias anak-anak orang kaya atau anak penyandang dana sekolah. Ciri khas mereka yaitu bawahan kotak-kotak hitam putih. Di bawah mereka adalah anak-anak pintar penyumbang piala di lemari kepala sekolah atau anggota OSIS. Ciri khasnya bawahan kotak-kotak merah putih.
Dan barulah yang terakhir, anak orang biasa, bawahan kotak-kotak putih biru.
Jadi nih, bisa jadi dalam satu kelas seragamnya warna-warni semua. Orang biasa pasti mengira mungkin itu memang seragam yang disesuaikan dengan kelas atau jurusan, tapi sebenarnya, di balik tinggi tembok-tembok beton tersebut, tersimpan sebuah rahasia tentang penerapan sistem diskriminasi di SMA Prima Bhakti.
Nah, sesuai tingkatannya, Princess and the genk berseragam kotak-kotak hitam putih.
“ Habis jogging elo Neng? “ Vivian menahan tawa melihat Princess kegerahan.
“ Jogging kepala elu peyang? Gue lagi sebel banget nih! Nggak usah cari gara-gara deh! “ Princess menggerutu kesal.
“ Sorry...sorry...Terus habis ngapain elo, keringetan gitu, kayak habis muterin jakarta jalan kaki. Nggak classy tauk. “ Vivian membantu sahabatnya itu mengipasi wajah.
“ Brengsek banget tuh si Rey! Gue udah kayak pembantunya aja! “ umpat Princess gemas. Walau bagaimanapun ia tidak bisa benar-benar membenci pangeran pujaannya tersebut.
“ Emang ada bakat kali. Atau...tampang-tampang elo kali agak mirip-mirip... “ Belum selesai Yesti ngomong, Princess sudah menimpuknya dengan tisu kotor.
“ Yuck! Jorok tauk Prince! “ Rona menutup hidungnya dan mengibas-ibaskan tangannya dengan jijay.
Begitulah mereka. Pretty girl committee. Begitulah sebutan seluruh anak di SMA Prima Bhakti terhadap genk cewek centil yang satu itu.
Vivian, biasa dipanggil Vee, cewek ceria berpotongan bob dengan poni dora, semua barang dari ujung rambut sampai ujung kaki bermerek. Paling peduli soal penampilan dan kerapian. Agak sedikit mengidap obsesif kompulsif atau apapun itu lah. Wajahnya oriental dengan kulit kuning langsat. Tahi lalat di ujung bibirnya menandakan kalau ia cerewetnya minta ampun.
Yesti, rambut cepak mencuat kesana-sini dicat ungu yang paling cuek, tapi tetep kelihatan cute dengan gaya tomboynya. Apalagi tubuhnya mungil dan kulitnya benar-benar paling putih di antara teman-temannya. Hidungnya ditindik berlian asli. Paling suka pake sneakers, tas ransel dan topi. Omongannya suka asal nyablak dan kadang-kadang bikin sakit hati. Tapi teman-temannya sih udah maklum kalau Yesti emang sangat terbuka dan berterus terang.
Yang terakhir Rona, pecinta kebersihan yang selalu bawa-bawa masker, saputangan dan sarung tangan kesana kemari. Paling suka pake boot selutut untuk menghindari kuman di jalanan katanya. Ia takut kalau kudisan. Hah?
Potongan rambut, standar, shaggy berlayer hasil smoothing ratusan ribu.
“ Emang Rey habis ngapain elo, Prince? “ Rona menyentil tissue kotor itu sampai menjauh jauh-jauh dari hadapannya.
“ Gini nih... “ Setelah bisik-bisik, kasak-kusuk nggak jelas, terbeberlah aib seorang Princess dianggap pembantu oleh Rey.
“ Hwahahaha...!! “ Yesti terang-terangan ngakak sambil memegangi perutnya. Begitu pula dengan Rona dan Vivian walaupun nggak seheboh Yesti sampai membuat seisi kantin menghentikan aktivitas mereka dan memperhatikan kalau-kalau ada badut Ancol numpang lewat.
“ Sumpeh elo? Elo...elo... Hahahaha! “ Yesti kembali ngakak.
“ Rese elo ya pada? Temen tertimpa musibah, elo malah ketawa-ketiwi kayak nenek lampir! “ Dengan kesal Princess menyeruput Ice coffeenya.
“ Sabar Prince... “ Vivian menyeka setitik air di ujung matanya.
“ Pantes aja, penampilan elo pagi-pagi udah semrawut nggak jelas gitu. “ wajah Rona memerah, seperti namanya, ia gampang sekali memerahkan wajah sampai hampir sewarna buah cherry.
“ Gue pengen tahu...siapa cewek itu. Sampai-sampai Rey tega ninggalin gue kayak tadi. “ Princess menggeram marah.
“ Hold on Princess, sabar... lihat tuh kepala lu udah berasap. “ Yesti tersenyum geli melihat ekspresi Princess yang seakan-akan ingin menelan Sasa bulat-bulat.
“ Elo lihat tag namenya nggak? “
“ Aduh...bego ya lu pada?! Mana gue sempet lah, mereka aja langsung ngibrit! “
“ Ha..ha...ha... kayaknya gue bisa bayangin tampang elo waktu itu deh. “ Rona terkikik.
“ Pliz guys.. gue serius! “
“ Oke, oke, gimana kalau nanti kita cari tuh cewek? “ Usul Yesti yang langsung disambut cengiran setuju Princess.
“ Duh...jangan nanti dong girls... gue ada jadwal meni-pedi nih... “ Vivian mengeluh.
“ Vee, elo temen ato bukan sih?! “ bentak Princess garang.
“ Oke, oke, ketemuan di taman pulang skul. Don’t be late. Atau gue langsung ngacir ke salon! “ Ancam Vivian.
“ Okay. “
Tiba-tiba, opening theme kartun Doraemon terdengar.
“ Time’s out guys... “ Vivian mengusap bibirnya dengan tissue dan bangkit berdiri menenteng tas Gucci dan Mantel putih D&G-nya.
“ Pliz deh...apa nggak ada lagu yang lebih bagus dari soundtrack-nya doraemon? “ Princess menyibakkan rambut dan mencibir.
“ Udah untung kali, nggak kayak saingan kita Bhayangkari, spongebob opening theme guys...! “ Rona menyampirkan tas LV-nya di lengan dan membenahi bando Tiffanynya.
“ Euyy... serius lo? Saingannya kok dalam hal konyol gitu sih? Nggak banget. “ Vivian berkomentar.
“ Udah deh. Kayak nggak ada yang lebih penting aja sih daripada ngomongin bel sekolah? “ Lagi-lagi Yesti dengan mulut pedasnya berkata.
Mereka berempat, bagaikan manekin yang dipanjang di window display toko-toko, berjalan sejajar dengan percaya diri memenuhi lorong dan memaksa siapapun yang menghalangi mereka untuk menyingkir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar