I’M FALLING IN LOVE WITH YOU....
Saat
pertama aku bertemu dengannya, aku tak sadar bahwa sejak detik itulah dia telah
mencuri hatiku. Dia membuka sisi lain hatiku yang belum pernah kusadari
sebelumnya. Sisi lain dari hati seorang perempuan.
Dia
mengajariku tentang cinta. Dia yang melengkapi duniaku. Dia bagaikan keping
salju pertama yang jatuh ke bumi. Dia bagai semburat cahaya pertama mentari
pagi yang menerangi jagad raya. ..
“ Huayo...!! Lagi ngelamun jorok ya?! “
Jenny terlonjak, kaget setengah mati saat
seseorang mengagetkannya dari belakang. Ia menemukan Tantenya sedang cengengesan.
Puas telah mengerjai keponakannya.
“ E...nak saja Tante. Jenny tuh lagi nulis
puisi! “
“ Oh ya? Mana puisinya? “
“ Dalem hati. He...he... “ Jenny tersenyum
garing.
“ Ck. Dasar kamu ini. “ Tante Shika
mengacak-acak rambut keponakannya itu dengan rasa sayang.
“ Jadi... gimana keputusan kamu Jen? “
“ Soal apa Tante? “
“ Soal sekolah kamu lah, apa lagi? “
Jenny terdiam. Ia menatap lurus ke depan dengan
pandangan kosong.
“ Kamu nggak mau ikut Tante? “ Tantenya
mengambil kesimpulan.
“ Bukan gitu Tante...Jenny cuma...takut Kakek
sama Nenek nggak ada yang jagain. “
Jenny menundukkan wajahnya.
“ Mereka saling menjaga satu sama lain, Jen. “
“ Tapi... “
“ Kamu nggak rela meninggalkan Reaza? “ Goda
Tantenya.
“ Ih...Tante. apaan sih? “ Jenny berusaha
menyangkal walaupun semburat pink di wajahnya tidak dapat menutupi semua itu.
“ Jen, pikirkan masa depan kamu. Apa kamu mau
terperangkap di desa terpencil ini selamanya? Apa kamu nggak mau bikin Mami dan
Papi di surga bangga sama kamu? Bilang sama Tante! “
“ Bukan...bukan begitu Tante. “ Jenny mulai
terisak. “ Jenny cuma nggak yakin kalau
semuanya akan tetap sama seperti disini. Teman-teman Jenny.
Apalagi...sudah lama Jenny tidak pernah menyentuh buku pelajaran. “
Tantenya menghela napas. “ Kamu hanya minder
Jen. Ikut Tante. “ Tante Shika menarik tangan Jenny dan membawanya ke kamarnya.
Jenny duduk manis di ranjang Tante Shika.
Tantenya membuka lemari dan mengeluarkan sebuah kotak hitam besar dengan pita
kuning emas dari dalam sana.
“ Buka. “ Perintah Tantenya.
“ Apa ini? “ Jenny dengan penuh rasa penasaran
membuka ikatan pita itu dan mengangkat tutupnya. Ia terperangah. “ Tante,
ini... “
“ Itu buat kamu. Kamu akan pakai baju itu saat
berangkat bersama Tante nanti. “ Tante Jenny duduk di sampingnya. “ Kamu lihat
Jenny, Tante bisa menuhin semua kebutuhan kamu. Kamu nggak akan terlihat
berbeda dari mereka. Jadi jangan minder. Apalagi... kamu itu cantik Jen.
Teman-teman kamu di sekolah nanti malah mungkin akan mengira kalau kamu itu
pindahan dari luar negeri. “
“ Aku... “
“ Simpan itu. Jangan sampai Kakek dan Nenek
tahu. “
“ Ke-kenapa? “
“ Karena mungkin mereka nggak akan suka. “ Kali
ini Tante Shika berdiri dan mengambil sebuah bungkusan coklat dari sudut
mejanya. Bungkusan coklat berbentuk kotak yang besar dan sepertinya berat.
Buk! Tante Shika mengempaskan bungkusan itu di
pangkuan Jenny.
“ Hmpf. Apa ini Tante? “ Jenny menahan napas
saat beban berat itu terempas di kedua pahanya.
“ Itu buku pelajaran saat ini. Menurut
perhitungan, saat ini kamu seharusnya kelas 2 SMA. Kamu pelajari itu sebelum
kita berangkat ke Jakarta. Itu juga kalau kamu mau ikut sama Tante. “
“ Gila! Semua ini Tante? “
“ Yah...menurut sumber Tante, itu pelajaran yang
sesuai dengan kurikulum saat ini. “
Jenny menyerah dan tak membantah lagi. Ia
mengangkut semua barangnya ke kamar.
Di kamar, sekali lagi ia membuka kotak hitam
berpita emas itu. Di dalamnya ada sebuah gaun ungu yang cantik. Ia menarik
keluar gaun itu dan merentangkannya. Sebuah gaun A-line sederhana tapi terlihat
mewah dengan potongan dada agak rendah. Panjangnya sedikit di atas lutut.
Bersama gaun itu ada juga sebuah high-heels
putih, dengan hak 7 cm. Sepatu itu cocok sekali dengan ukuran kaki Jenny. Entah
bagaimana Tante Shika mengetahui ukuran kakinya.
Jenny menghela napas. Ia menatap kotak satunya.
Cepat-cepat ia merobek pembungkusnya. 7 buah buku dengan tebal masing-masing 3
cm menunggu untuk dibaca.
Jenny yang memang haus akan pengetahuan segera
membuka buku pertama, Biologi. Ia menghempaskan tubuhnya ke kasur dan mulai
membacanya.
YYY
Di suatu senja yang damai, Reaza menemukan Jenny
tengah duduk termangu di tengah sebuah padang ilalang. Angin yang berhembus
sepoi-sepoi menerbangkan pucuk-pucuk ilalang hingga meliuk-liuk indah. Matahari
sudah mulai rendah. Bersembunyi di balik awan. Langit pun mulai berwarna merah
keemasan. Pepohonan mengelilingi padang ilalang itu membentuk lingkaran
sempurna.
Jenny tak tahu bagaimana alam bisa membentuk
sesuatu yang seindah dan sesempurna itu.
“ Menakjubkan, ha? “
“ Aku nggak yakin akan menemukan semua ini
sekali lagi jika aku pergi dari sini. “ Jenny tersenyum kecut.
“ Tapi semua ini masih akan tetap menunggumu
kembali. “
Jenny berbaring dan memandang lukisan alam di
atasnya sekali lagi. “ Benarkah? “
“ Ya. Tak akan ada yang berubah. “
“ Termasuk kamu? “ Kali ini Jenny tak lagi
memandang langit. Ia memandang keajaiban Tuhan di sampingnya dengan tatapan
lembut.
“ Termasuk aku. “ Reaza tersenyum dan membelai
rambut Jenny dengan penuh kasih sayang. Orang bilang kita hanya butuh waktu
satu menit untuk mengenal, satu jam untuk menyukai, satu hari untuk mencintai
dan seumur hidup untuk mengenang yang namanya cinta.
Mungkin itu juga yang sedang dirasakan Jenny.
Hingga ia merasakan seluruh tubuhnya dialiri listrik saat Reaza menyentuh
rambutnya dan membelainya lembut. Sekujur tubuh Jenny bergetar. Jantunganya
terasa bertalu-talu dan baru ini ia menyukuri bahwa pendengaran manusia itu
terbatas. Karena kalau tidak, ia akan jatuh pingsan saat itu juga karena malu,
jika Reaza mendengar debar jantungnya.
Beberapa lamanya mereka tak bisa saling
melepaskan pandangan. Mata mereka beradu dan menemukan cinta di sana. Baru kali
ini Jenny merasa demikian pada makhluk yang bernama cowok. Baru kali ini ia
merasa hatinya bergetar dan berkata, ‘ Aku ingin bersamanya untuk selamanya ‘.
Begitu pula dengan Reaza, ia tidak memerlukan
waktu lebih lama untuk membuktikan bahwa ia memang ingin melindungi Jenny.
Melindungi cewek itu dalam dekapannya, lebih dari nyawanya sendiri. Ia
memejamkan matanya dan menyimpan keindahan di hadapannya itu dengan rapi di
dalam memorinya.
Mata hijau Jenny memandang teduh wajah Reaza
yang terpejam lembut. Dibelainya pipi Reaza dengan lembut hingga cowok itu
membuka kedua matanya dan memandangnya penuh tanya. Jenny hanya tersenyum
manis, dan saat itu juga Reaza mengerti kenapa ia harus melindungi cewek itu.
Karena ia mencintainya...
YYY
Malam itu Jenny tidak bisa menahan perasaannya
lagi. Ia menangis tersedu-sedu saat Reaza mengantarnya pulang. Ia terus mencengkram
lengan Reaza kuat-kuat. Seakan-akan tidak akan membiarkan cowok itu pergi dari
sisinya.
“ Jen...udah dong, kamu masuk sana. Ntar masuk
angin lagi. “ Jenny hanya menggeleng dalam isak tangisnya.
“ A-aku, nggak mau, “ bisiknya parau.
“ Ini kan udah malam Jenny, sayang... Besok kamu
harus berangkat kan? Kamu yakin bisa bangun pagi kalau nggak cepet-cepet tidur?
“ Reaza menatap Jenny dengan hati terenyuh, melihat air mata mengalir di pipi
pucat pujaan hatinya.
“ Hiks...tapi...kalau aku tidur, aku nggak akan
ketemu kamu lagi... “ Kali ini Jenny memberanikan diri mendongak dan menatap
langsung ke kedua mata Reaza.
Hati Reaza seakan ditusuk-tusuk mendengar
kenyataan itu. Begitu pula Jenny, ia masih tidak percaya bahwa esok mereka akan
berpisah, walaupun kenyataan itu mengalir sendiri dari mulutnya.
Reaza tersenyum dan berusaha tegar. Ia tidak
ingin membuat Jenny gelisah dan ragu-ragu di malam terakhirnya sebelum ia
menggapai impiannya. Sesayang apapun Reaza padanya, ia tidak akan sampai hati
jika Jenny melepaskan segala keinginannya hanya untuk bersamanya yang bukan
siapa-siapa itu.
“ Tenanglah Jenny sayang... semua akan baik-baik
saja. “ Ia membelai pipi Jenny begitu hati-hati dengan ujung jarinya, karena
Jenny terlihat begitu rapuh malam ini.
Ini bukan Jenny yang biasa ia kenal. Ini bukan
Jenny yang tegar seperti biasa. Ini bukan Jenny yang selalu bisa tersenyum
walau hatinya disakiti.
Reaza sudah tak tahan lagi. Ia merengkuh Jenny
dalam pelukannya. “ Kamu tahu, aku pun tak pernah ingin melepaskanmu dari pelukanku.
“
Tangis Jenny semakin menjadi-jadi. Ia
mencengkram baju Reaza kuat-kuat dan menggigit bibir agar tak berteriak. Ia tak
mudah mencintai seseorang, ia tak mudah berkata begitu saja bahwa ia mencintai
seseorang. Bagi Jenny, Reaza adalah cowok pertama, dan terakhir yang akan
memiliki hatinya.
Walau belum selang beberapa hari mereka saling
mengenal. Tapi mereka merasakan suatu getaran dahsyat di hati masing-masing.
Getaran yang membuat mereka tak pernah dan tak akan ingin melepaskan genggaman
tangan mereka.
Entah sudah berapa lama mereka berdiri dan
saling berpelukan seperti itu di depan rumah Jenny. Bagi mereka baru terasa
satu menit, tapi bagi tiga pasang mata yang sejak tadi mengawasi, adegan itu
sudah memakan waktu bertahun-tahun bahkan berabad-abad.
“ Hiks...kapan sih mereka berpisah? “ Tante
Shika menyeka air mata yang lagi-lagi bergulir di matanya.
“ Ndak tahu ndok... Ibu yakin masih lama lagi. “
Nenek Miranda membersit hidungnya dengan lengan kebayanya. Yuck!
“ Kalian tega memisahkan mereka? “ suara Kakek
Musrin pun terdengar bergetar menahan emosi.
“ Nggak. “ jawaban kompak terdengar dari kedua
wanita yang berdiri di samping kanan dan kirinya di ruang tamu sempit rumah
mereka.
“ Sudahlah, beri mereka waktu lebih lama malam
ini. Mereka pasti sangat sedih karena besok sudah harus berpisah. “ Nenek
Miranda memang baik hati dan sangat pengertian.
“ Iya, Shika capek dari tadi menangis terus.
Shika mau cuci muka terus tidur ya Pak, Bu? “
“ He’em. “ Akhirnya mereka pun bubaran dan masuk
ke kamar masing-masing.
Lain lagi dengan kedua sejoli yang masih asyik
bercengkrama di teras depan rumah kayu kecil berdinding rotan tersebut.
“ Kamu jelek banget deh kalau nangis. “ Reaza
menjawil hidung Jenny yang masih merah.
“ Kamu sendiri, cowok kok nangis? “ balas Jenny
tak mau kalah sambil menepis tangan Reaza dengan gaya cemberut dibuat-buat.
“ Kamu nggak akan tahu, bagaimana sedihnya aku
melihat begitu banyak air mata yang mengalir di pipi kamu. Dan semua itu
untukku. Aku nggak akan tega melihat kamu menangis demi aku, Jenny. “ Reaza
membelai pipi Jenny dengan ujung jemarinya. Membuat jantung Jenny berkerja
lebih keras dari biasanya.
“ Kenapa kamu begitu hati-hati menyentuhku? “
Jenny menelengkan kepalanya dan memandang ingin tahu pada Reaza.
Reaza tertegun sejenak, Jenny benar-benar manis
saat itu. “ Bagiku, kamu itu karya terbaik Tuhan, sayang. Aku tidak mau
tanganku yang kasar ini merusaknya. “ Reaza tersenyum.
“ Bagaimana jika aku tidak mau? “ Jenny
menggenggam tangan Reaza dengan kedua telapak tangan mungilnya. “ Aku merasa
kamu begitu takut menyentuhku, takut melukaiku. Padahal, kamu sendiri tahu,
hanya kamu satu-satunya orang yang bisa melindungiku dari rasa sakit. “ Jenny
menempelkan telapak tangan Reaza ke pipinya.
“ Aku tidak akan takut terluka olehmu. “
“ Jangan berkata seperti itu. Kamu belum
merasakannya. “ Reaza menarik tangannya dan memalingkan wajahnya. Wajahnya
terlihat marah.
“ Aku serius. Aku percaya kamu tidak akan pernah
melukaiku. “ Jenny kembali menelengkan kepalanya dan memandang Reaza dengan
sorot mata tanpa dosa.
Reaza terdiam. Kamu tidak akan tahu betapa
sakitnya jika aku melukaimu, Jenny. Kamu tidak akan tahu. Karena itu, aku akan
berhati-hati, aku tidak akan menyentuh hatimu sedemikian dalam karena aku takut
itu akan menorehkan luka yang begitu dalam saat aku melepasmu.
“ Reaza, kamu marah? “ Raut wajah Jenny berubah
kalut.
Reaza menghela napas dan memalingkan wajahnya
lagi menatap cewek di sampingnya. Ia menggeleng pelan. “ Nggak. Aku cuma
khawatir kamu masuk angin. Lebih baik kamu masuk. “
“ Tidak. Aku tidak mau. “ Jenny menggeleng
tegas. “ Kamu sudah berjanji untuk menemaniku sampai pagi. Besok pagi aku sudah
pergi Za...ini malam terakhir kita bersama. “ Mata Jenny mulai berkaca-kaca
lagi.
Reaza merengkuh tubuh rapuh Jenny dalam pelukan
hangatnya. “ Gimana kalau aku peluk kamu begini saja, agar kamu tidak
kedinginan. “ Reaza mengecup pelan ubun-ubun Jennya.
Jenny mendongak menatapnya. “ Iya. “ jawabnya
singkat. Tapi senyuman yang terukir di wajahnya, mampu mewakili semua kata-kata
bahwa ia merasa bahagia sekali dalam dekapan Reaza.
Malam itu sekali lagi langit bersaksi akan
ketulusan cinta dua insan manusia. Angin membisu dan hanya sesekali meniupkan
semilirnya untuk memberi kesejukan di hati mereka berdua. Kata demi kata
mengalir dalam hening dari mulut mereka. Cerita tentang kehidupan, dan cerita
tentang cinta.
“ Bawa ke kamarnya saja, Nak Reaza. “ Kakek
Musrin tiba-tiba muncul di ambang pintu rumah itu.
Reaza tersenyum, “ Ia pasti kelelahan. “ Dengan
mudah, Reaza mengangkat tubuh mungil
Jenny dan menggendongnya dalam dekapan penuh cinta.
Jenny melenguh dan menggeliat sedikit saat Reaza
merebahkan tubuhnya ke ranjang reot yang telah menemani Jenny selama
berathun-tahun.
Ia menyelimuti tubuh Jenny dan tersenyum penuh
kasih melihat wajah Jenny yang tertidur tenang. Dibelainya rambut dan wajah
Jenny dengan kelembutan. Ia menggenggam tangan Jenny dan mengecup ujung-ujung
jemari lentiknya.
Baru saja ia akan beranjak dari tempatnya saat
tiba-tiba tangan Jenny menggenggam tangannya erat.
“ Jangan pergi... “ Reaza tertegun melihat Jenny
yang sedang memandangnya dengan air mata mengalir di pipi. “ Jangan pergi... “
Ulang Jenny dalam bisikan lirih.
Air mata Reaza pun jatuh tanpa dapat ditahan. Ia
berusaha tersenyum dan mengangguk lalu
kembali duduk di samping Jenny yang masih berbaring.
“ Aku lelah sekali malam ini. Tapi aku tak ingin
tertidur. Karena aku merasa, begitu aku tertidur, kamu akan menghilang. “ Jenny
berbisik dalam tangisnya.
“ Jangan menangis... Aku tidak akan menghilang.
Aku akan selalu berada di sisimu. Tidurlah dengan tenang. “ Reaza mengecup
lembut kening Jenny.
Jenny memejamkan mata, merasakan hangatnya
sentuhan Reaza di keningnya. Getaran hebat mengaliri seluruh tubuhnya. Serasa
ada berjuta kupu-kupu menari-nari di perutnya. Kuharap aku tidak akan pernah
lupa perasaan ini. Batinnya sebelum benar-benar jatuh tertidur.
Tangan Jenny masih memegang erat tangan Reaza.
Mendekapnya di dadanya. Reaza tertunduk dan mengalirkan lebih banyak air
matanya.
Sanggupkah aku melepaskanmu...??
YYY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar