Kamis, 10 Mei 2012

Past Never Hurt (Masa Lalu Tak Pernah menyakiti) Part 5


I’M FALLING IN LOVE WITH YOU....

Saat pertama aku bertemu dengannya, aku tak sadar bahwa sejak detik itulah dia telah mencuri hatiku. Dia membuka sisi lain hatiku yang belum pernah kusadari sebelumnya. Sisi lain dari hati seorang perempuan.
Dia mengajariku tentang cinta. Dia yang melengkapi duniaku. Dia bagaikan keping salju pertama yang jatuh ke bumi. Dia bagai semburat cahaya pertama mentari pagi yang menerangi jagad raya. ..
“ Huayo...!! Lagi ngelamun jorok ya?! “
Jenny terlonjak, kaget setengah mati saat seseorang mengagetkannya dari belakang. Ia menemukan Tantenya sedang cengengesan. Puas telah mengerjai keponakannya.
“ E...nak saja Tante. Jenny tuh lagi nulis puisi! “
“ Oh ya? Mana puisinya? “
“ Dalem hati. He...he... “ Jenny tersenyum garing.
“ Ck. Dasar kamu ini. “ Tante Shika mengacak-acak rambut keponakannya itu dengan rasa sayang.
“ Jadi... gimana keputusan kamu Jen? “
“ Soal apa Tante? “
“ Soal sekolah kamu lah, apa lagi? “
Jenny terdiam. Ia menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong.
“ Kamu nggak mau ikut Tante? “ Tantenya mengambil kesimpulan.
“ Bukan gitu Tante...Jenny cuma...takut Kakek sama Nenek nggak ada yang  jagain. “ Jenny menundukkan wajahnya.
“ Mereka saling menjaga satu sama lain, Jen. “
“ Tapi... “
“ Kamu nggak rela meninggalkan Reaza? “ Goda Tantenya.
“ Ih...Tante. apaan sih? “ Jenny berusaha menyangkal walaupun semburat pink di wajahnya tidak dapat menutupi semua itu.
“ Jen, pikirkan masa depan kamu. Apa kamu mau terperangkap di desa terpencil ini selamanya? Apa kamu nggak mau bikin Mami dan Papi di surga bangga sama kamu? Bilang sama Tante! “
“ Bukan...bukan begitu Tante. “ Jenny mulai terisak. “ Jenny cuma  nggak yakin kalau semuanya akan tetap sama seperti disini. Teman-teman Jenny. Apalagi...sudah lama Jenny tidak pernah menyentuh buku pelajaran. “
Tantenya menghela napas. “ Kamu hanya minder Jen. Ikut Tante. “ Tante Shika menarik tangan Jenny dan membawanya ke kamarnya.
Jenny duduk manis di ranjang Tante Shika. Tantenya membuka lemari dan mengeluarkan sebuah kotak hitam besar dengan pita kuning emas dari dalam sana.
“ Buka. “ Perintah Tantenya.
“ Apa ini? “ Jenny dengan penuh rasa penasaran membuka ikatan pita itu dan mengangkat tutupnya. Ia terperangah. “ Tante, ini... “
“ Itu buat kamu. Kamu akan pakai baju itu saat berangkat bersama Tante nanti. “ Tante Jenny duduk di sampingnya. “ Kamu lihat Jenny, Tante bisa menuhin semua kebutuhan kamu. Kamu nggak akan terlihat berbeda dari mereka. Jadi jangan minder. Apalagi... kamu itu cantik Jen. Teman-teman kamu di sekolah nanti malah mungkin akan mengira kalau kamu itu pindahan dari luar negeri. “
“ Aku... “
“ Simpan itu. Jangan sampai Kakek dan Nenek tahu. “
“ Ke-kenapa? “
“ Karena mungkin mereka nggak akan suka. “ Kali ini Tante Shika berdiri dan mengambil sebuah bungkusan coklat dari sudut mejanya. Bungkusan coklat berbentuk kotak yang besar dan sepertinya berat.
Buk! Tante Shika mengempaskan bungkusan itu di pangkuan Jenny.
“ Hmpf. Apa ini Tante? “ Jenny menahan napas saat beban berat itu terempas di kedua pahanya.
“ Itu buku pelajaran saat ini. Menurut perhitungan, saat ini kamu seharusnya kelas 2 SMA. Kamu pelajari itu sebelum kita berangkat ke Jakarta. Itu juga kalau kamu mau ikut sama Tante. “
“ Gila! Semua ini Tante? “
“ Yah...menurut sumber Tante, itu pelajaran yang sesuai dengan kurikulum saat ini. “
Jenny menyerah dan tak membantah lagi. Ia mengangkut semua barangnya ke kamar.
Di kamar, sekali lagi ia membuka kotak hitam berpita emas itu. Di dalamnya ada sebuah gaun ungu yang cantik. Ia menarik keluar gaun itu dan merentangkannya. Sebuah gaun A-line sederhana tapi terlihat mewah dengan potongan dada agak rendah. Panjangnya sedikit di atas lutut.
Bersama gaun itu ada juga sebuah high-heels putih, dengan hak 7 cm. Sepatu itu cocok sekali dengan ukuran kaki Jenny. Entah bagaimana Tante Shika mengetahui ukuran kakinya.
Jenny menghela napas. Ia menatap kotak satunya. Cepat-cepat ia merobek pembungkusnya. 7 buah buku dengan tebal masing-masing 3 cm menunggu untuk dibaca.
Jenny yang memang haus akan pengetahuan segera membuka buku pertama, Biologi. Ia menghempaskan tubuhnya ke kasur dan mulai membacanya.
YYY
Di suatu senja yang damai, Reaza menemukan Jenny tengah duduk termangu di tengah sebuah padang ilalang. Angin yang berhembus sepoi-sepoi menerbangkan pucuk-pucuk ilalang hingga meliuk-liuk indah. Matahari sudah mulai rendah. Bersembunyi di balik awan. Langit pun mulai berwarna merah keemasan. Pepohonan mengelilingi padang ilalang itu membentuk lingkaran sempurna.
Jenny tak tahu bagaimana alam bisa membentuk sesuatu yang seindah dan sesempurna itu.
“ Menakjubkan, ha? “
“ Aku nggak yakin akan menemukan semua ini sekali lagi jika aku pergi dari sini. “ Jenny tersenyum kecut.
“ Tapi semua ini masih akan tetap menunggumu kembali. “
Jenny berbaring dan memandang lukisan alam di atasnya sekali lagi. “ Benarkah? “
“ Ya. Tak akan ada yang berubah. “
“ Termasuk kamu? “ Kali ini Jenny tak lagi memandang langit. Ia memandang keajaiban Tuhan di sampingnya dengan tatapan lembut.
“ Termasuk aku. “ Reaza tersenyum dan membelai rambut Jenny dengan penuh kasih sayang. Orang bilang kita hanya butuh waktu satu menit untuk mengenal, satu jam untuk menyukai, satu hari untuk mencintai dan seumur hidup untuk mengenang yang namanya cinta.
Mungkin itu juga yang sedang dirasakan Jenny. Hingga ia merasakan seluruh tubuhnya dialiri listrik saat Reaza menyentuh rambutnya dan membelainya lembut. Sekujur tubuh Jenny bergetar. Jantunganya terasa bertalu-talu dan baru ini ia menyukuri bahwa pendengaran manusia itu terbatas. Karena kalau tidak, ia akan jatuh pingsan saat itu juga karena malu, jika Reaza mendengar debar jantungnya.
Beberapa lamanya mereka tak bisa saling melepaskan pandangan. Mata mereka beradu dan menemukan cinta di sana. Baru kali ini Jenny merasa demikian pada makhluk yang bernama cowok. Baru kali ini ia merasa hatinya bergetar dan berkata, ‘ Aku ingin bersamanya untuk selamanya ‘.
Begitu pula dengan Reaza, ia tidak memerlukan waktu lebih lama untuk membuktikan bahwa ia memang ingin melindungi Jenny. Melindungi cewek itu dalam dekapannya, lebih dari nyawanya sendiri. Ia memejamkan matanya dan menyimpan keindahan di hadapannya itu dengan rapi di dalam memorinya.
Mata hijau Jenny memandang teduh wajah Reaza yang terpejam lembut. Dibelainya pipi Reaza dengan lembut hingga cowok itu membuka kedua matanya dan memandangnya penuh tanya. Jenny hanya tersenyum manis, dan saat itu juga Reaza mengerti kenapa ia harus melindungi cewek itu.
Karena ia mencintainya...
YYY
Malam itu Jenny tidak bisa menahan perasaannya lagi. Ia menangis tersedu-sedu saat Reaza mengantarnya pulang. Ia terus mencengkram lengan Reaza kuat-kuat. Seakan-akan tidak akan membiarkan cowok itu pergi dari sisinya.
“ Jen...udah dong, kamu masuk sana. Ntar masuk angin lagi. “ Jenny hanya menggeleng dalam isak tangisnya.
“ A-aku, nggak mau, “ bisiknya parau.
“ Ini kan udah malam Jenny, sayang... Besok kamu harus berangkat kan? Kamu yakin bisa bangun pagi kalau nggak cepet-cepet tidur? “ Reaza menatap Jenny dengan hati terenyuh, melihat air mata mengalir di pipi pucat pujaan hatinya.
“ Hiks...tapi...kalau aku tidur, aku nggak akan ketemu kamu lagi... “ Kali ini Jenny memberanikan diri mendongak dan menatap langsung ke kedua mata Reaza.
Hati Reaza seakan ditusuk-tusuk mendengar kenyataan itu. Begitu pula Jenny, ia masih tidak percaya bahwa esok mereka akan berpisah, walaupun kenyataan itu mengalir sendiri dari mulutnya.
Reaza tersenyum dan berusaha tegar. Ia tidak ingin membuat Jenny gelisah dan ragu-ragu di malam terakhirnya sebelum ia menggapai impiannya. Sesayang apapun Reaza padanya, ia tidak akan sampai hati jika Jenny melepaskan segala keinginannya hanya untuk bersamanya yang bukan siapa-siapa itu.
“ Tenanglah Jenny sayang... semua akan baik-baik saja. “ Ia membelai pipi Jenny begitu hati-hati dengan ujung jarinya, karena Jenny terlihat begitu rapuh malam ini.
Ini bukan Jenny yang biasa ia kenal. Ini bukan Jenny yang tegar seperti biasa. Ini bukan Jenny yang selalu bisa tersenyum walau hatinya disakiti.
Reaza sudah tak tahan lagi. Ia merengkuh Jenny dalam pelukannya. “ Kamu tahu, aku pun tak pernah ingin melepaskanmu dari pelukanku. “
Tangis Jenny semakin menjadi-jadi. Ia mencengkram baju Reaza kuat-kuat dan menggigit bibir agar tak berteriak. Ia tak mudah mencintai seseorang, ia tak mudah berkata begitu saja bahwa ia mencintai seseorang. Bagi Jenny, Reaza adalah cowok pertama, dan terakhir yang akan memiliki hatinya.
Walau belum selang beberapa hari mereka saling mengenal. Tapi mereka merasakan suatu getaran dahsyat di hati masing-masing. Getaran yang membuat mereka tak pernah dan tak akan ingin melepaskan genggaman tangan mereka.
Entah sudah berapa lama mereka berdiri dan saling berpelukan seperti itu di depan rumah Jenny. Bagi mereka baru terasa satu menit, tapi bagi tiga pasang mata yang sejak tadi mengawasi, adegan itu sudah memakan waktu bertahun-tahun bahkan berabad-abad.
“ Hiks...kapan sih mereka berpisah? “ Tante Shika menyeka air mata yang lagi-lagi bergulir di matanya.
“ Ndak tahu ndok... Ibu yakin masih lama lagi. “ Nenek Miranda membersit hidungnya dengan lengan kebayanya. Yuck!
“ Kalian tega memisahkan mereka? “ suara Kakek Musrin pun terdengar bergetar menahan emosi.
“ Nggak. “ jawaban kompak terdengar dari kedua wanita yang berdiri di samping kanan dan kirinya di ruang tamu sempit rumah mereka.
“ Sudahlah, beri mereka waktu lebih lama malam ini. Mereka pasti sangat sedih karena besok sudah harus berpisah. “ Nenek Miranda memang baik hati dan sangat pengertian.
“ Iya, Shika capek dari tadi menangis terus. Shika mau cuci muka terus tidur ya Pak, Bu? “
“ He’em. “ Akhirnya mereka pun bubaran dan masuk ke kamar masing-masing.

Lain lagi dengan kedua sejoli yang masih asyik bercengkrama di teras depan rumah kayu kecil berdinding rotan tersebut.
“ Kamu jelek banget deh kalau nangis. “ Reaza menjawil hidung Jenny yang masih merah.
“ Kamu sendiri, cowok kok nangis? “ balas Jenny tak mau kalah sambil menepis tangan Reaza dengan gaya cemberut dibuat-buat.
“ Kamu nggak akan tahu, bagaimana sedihnya aku melihat begitu banyak air mata yang mengalir di pipi kamu. Dan semua itu untukku. Aku nggak akan tega melihat kamu menangis demi aku, Jenny. “ Reaza membelai pipi Jenny dengan ujung jemarinya. Membuat jantung Jenny berkerja lebih keras dari biasanya.
“ Kenapa kamu begitu hati-hati menyentuhku? “ Jenny menelengkan kepalanya dan memandang ingin tahu pada Reaza.
Reaza tertegun sejenak, Jenny benar-benar manis saat itu. “ Bagiku, kamu itu karya terbaik Tuhan, sayang. Aku tidak mau tanganku yang kasar ini merusaknya. “ Reaza tersenyum.
“ Bagaimana jika aku tidak mau? “ Jenny menggenggam tangan Reaza dengan kedua telapak tangan mungilnya. “ Aku merasa kamu begitu takut menyentuhku, takut melukaiku. Padahal, kamu sendiri tahu, hanya kamu satu-satunya orang yang bisa melindungiku dari rasa sakit. “ Jenny menempelkan telapak tangan Reaza ke pipinya.
“ Aku tidak akan takut terluka olehmu. “
“ Jangan berkata seperti itu. Kamu belum merasakannya. “ Reaza menarik tangannya dan memalingkan wajahnya. Wajahnya terlihat marah.
“ Aku serius. Aku percaya kamu tidak akan pernah melukaiku. “ Jenny kembali menelengkan kepalanya dan memandang Reaza dengan sorot mata tanpa dosa.
Reaza terdiam. Kamu tidak akan tahu betapa sakitnya jika aku melukaimu, Jenny. Kamu tidak akan tahu. Karena itu, aku akan berhati-hati, aku tidak akan menyentuh hatimu sedemikian dalam karena aku takut itu akan menorehkan luka yang begitu dalam saat aku melepasmu.
“ Reaza, kamu marah? “ Raut wajah Jenny berubah kalut.
Reaza menghela napas dan memalingkan wajahnya lagi menatap cewek di sampingnya. Ia menggeleng pelan. “ Nggak. Aku cuma khawatir kamu masuk angin. Lebih baik kamu masuk. “
“ Tidak. Aku tidak mau. “ Jenny menggeleng tegas. “ Kamu sudah berjanji untuk menemaniku sampai pagi. Besok pagi aku sudah pergi Za...ini malam terakhir kita bersama. “ Mata Jenny mulai berkaca-kaca lagi.
Reaza merengkuh tubuh rapuh Jenny dalam pelukan hangatnya. “ Gimana kalau aku peluk kamu begini saja, agar kamu tidak kedinginan. “ Reaza mengecup pelan ubun-ubun Jennya.
Jenny mendongak menatapnya. “ Iya. “ jawabnya singkat. Tapi senyuman yang terukir di wajahnya, mampu mewakili semua kata-kata bahwa ia merasa bahagia sekali dalam dekapan Reaza.
Malam itu sekali lagi langit bersaksi akan ketulusan cinta dua insan manusia. Angin membisu dan hanya sesekali meniupkan semilirnya untuk memberi kesejukan di hati mereka berdua. Kata demi kata mengalir dalam hening dari mulut mereka. Cerita tentang kehidupan, dan cerita tentang cinta.

“ Bawa ke kamarnya saja, Nak Reaza. “ Kakek Musrin tiba-tiba muncul di ambang pintu rumah itu.
Reaza tersenyum, “ Ia pasti kelelahan. “ Dengan mudah, Reaza mengangkat tubuh mungil  Jenny dan menggendongnya dalam dekapan penuh cinta.
Jenny melenguh dan menggeliat sedikit saat Reaza merebahkan tubuhnya ke ranjang reot yang telah menemani Jenny selama berathun-tahun.
Ia menyelimuti tubuh Jenny dan tersenyum penuh kasih melihat wajah Jenny yang tertidur tenang. Dibelainya rambut dan wajah Jenny dengan kelembutan. Ia menggenggam tangan Jenny dan mengecup ujung-ujung jemari lentiknya.
Baru saja ia akan beranjak dari tempatnya saat tiba-tiba tangan Jenny menggenggam tangannya erat.
“ Jangan pergi... “ Reaza tertegun melihat Jenny yang sedang memandangnya dengan air mata mengalir di pipi. “ Jangan pergi... “ Ulang Jenny dalam bisikan lirih.
Air mata Reaza pun jatuh tanpa dapat ditahan. Ia berusaha tersenyum  dan mengangguk lalu kembali duduk di samping Jenny yang masih berbaring.
“ Aku lelah sekali malam ini. Tapi aku tak ingin tertidur. Karena aku merasa, begitu aku tertidur, kamu akan menghilang. “ Jenny berbisik dalam tangisnya.
“ Jangan menangis... Aku tidak akan menghilang. Aku akan selalu berada di sisimu. Tidurlah dengan tenang. “ Reaza mengecup lembut kening Jenny.
Jenny memejamkan mata, merasakan hangatnya sentuhan Reaza di keningnya. Getaran hebat mengaliri seluruh tubuhnya. Serasa ada berjuta kupu-kupu menari-nari di perutnya. Kuharap aku tidak akan pernah lupa perasaan ini. Batinnya sebelum benar-benar jatuh tertidur.
Tangan Jenny masih memegang erat tangan Reaza. Mendekapnya di dadanya. Reaza tertunduk dan mengalirkan lebih banyak air matanya.
Sanggupkah aku melepaskanmu...??
YYY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar